KEBIJAKAN PEMERINTAH
KOLONIAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA
A. KEBIJAKAN
PEMERINTAH KOLONIAL PORTUGIS






Pada periode tahun 1450 –1650 para sejarawan
sering menyebut sebagai ‘Abad Penemuan’ (The Age of Discovery) dan ‘Abad
Ekspansi’ ( The Age Expansion ). Hasrat untuk menduduki daerah
–daerah lain sebagai koloni dan perluasan wilayah dari imperium atas wilayah
yang lain, mulai diwujudkan. Pada awalnya dipelopori oleh Portugis, kemudian
disusul oleh Spanyol, Belanda dan Inggris. Kehadiran Portugis, Spanyol, Inggris
dan terutama Belanda dengan segala kebijakan di wilayah koloninya, memiliki
dampak yang sangat berarti dalam sejarah kepulauan Indonesia sampai abad ke
–20. Namun tingkat pengaruhnya berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain
dan dari suatu masa ke masa yang lain, tergantung pada jauh dekatnya hubungan
dengan kepentingan kolonial dan kemampuan masing-masing masyarakat merespon
eksploitasi kolonial atau kesempatan yang muncul.
Sejak
sukses pengambilalihan kekuasaan oleh Portugis terhadap Malaka pada tahun 1511,
orang-orang Portugis terbuka mengadakan perdagangan langsung dengan Indonesia,
khususnya daerah penghasil rempah-rempah seperti Ternate, Banda, Seram, Ambon
dan Timor. Lebih-lebih setelah Portugis mengembangkan ekspansinya menanamkan
kekuasaannya di Indonesia, terutama di Maluku.
Hal
ini berlangsung cukup lama, sekitar tahun 1512 sampai 1641 (Portugis
meninggalkan Maluku dan menyerahkan Malaka pada VOC). Kebijakan –kebijakan yang
dipraktekkan selama itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia Indonesia
waktu itu.
Kebijakan pemerintah Kolonial Portugis antara lain :
- Sistem
monopoli perdagangan cengkeh dan pala di Ternate.
- Berusaha
menanamkan kekuasaan di daerah Maluku.
- Menyebarkan
agama Katholik di daerah-daerah yang dikuasai .
- Mengembangkan
bahasa dan seni musik keroncong Portugis.
Pengaruh dari kebijakan ini ternyata tertanam pada rakyat
Indonesia khususnya rakyat Maluku , ada yang bersifat negatif dan ada yang
positif. Pengaruh yang paling besar dan paling
langgeng adalah :
- Terganggu
dan kacaunya jaringan perdagangan .
- Banyaknya
orang-orang beragama Katholik di daerah pendudukan Portugis
Pengaruh lain dari kebijakan kolonial Portugis
yaitu :
- Rakyat
menjadi miskin dan menderita.
- Tumbuh
benih rasa benci terkadap kekejaman Portugis.
- Munculnya
rasa persatuan dan kesatuan rakyat Maluku untuk menentang Portugis.
- Bahasa
Portugis turut memperkaya perbendaharaan kata/ kosa kata dan
nama keluarga seperti da Costa, Dias, de Fretes, Mendosa, Gonzalves, da
Silva dan lain-lain.
- Seni
musik keroncong yang terkenal di Indonesia sebagai peninggalan Portugis
adalah keroncong Morisco.
- Banyak
peninggalan arsitek bangunan yang bercorak Portugis dan sejata api/
meriam di daerah pendudukan.
Nama Maluku adalah sebuah nama yang berasal dari istilah
yang diberikan para pedagang Arab untuk daerah tersebut, Jazirat al
Muluk, ‘negeri para raja’
Kekuasaan
Spanyol yang dipimpin oleh kapten Sebastian del Cano pada
tahun 1521.yang sempat menjalin hubungan dengan Tidore tidak memiliki pengaruh
yang berarti. Mengingat Spanyol segera meninggalkan Tidore karena terbentur
Perjanjian Tordesillas.
B. KEBIJAKAN
VOC DAN PENGARUHNYA
VOC
adalah badan / kongsi perdagangan Belanda yang berdiri sejak tahun 1602.
Sebutan kompeni Belanda yang dialamatkan pada orang-orang
VOC merupakan istilah dari kata Compagnie.
Lidah orang-orang Indonesia menyebut nama compagnie menjadi
kompeni. Ingat, VOC kepanjangan dari Oost Vereenigde
Indische Compagnie.
Salah
satu kunci keberhasilan VOC adalah sifatnya yang mudah beradaptasi dengan
kondisi yang telah ada disekitarnya. Kebijakannya dapat dikatakan kelanjutan
atau tiruan dari sistem yang telah dilakukan oleh para penguasa local. VOC
secara cerdik menggunakan lembaga dan aturan-aturan yang telah ada di dalam
masyarakat lokal untuk menjalankan roda compagnienya. Hak monopoli, penyerahan
wajib, penanaman wajib, tenaga kerja wajib dan pajak sebenarnya telah menjadi
bagian dari struktur dan kultur yang telah ada sebelumnya.
Hampir
keseluruhan pendapatan VOC diperoleh dari sumber ekonomi yang juga menjadi
andalan para penguasa local sebelumnya. VOC hanya membungkusnya secara resmi/
legal dan teratur. Staf administrasi dan prajurit yang berjumlah
tidak lebih dari 17.000 orang pada tahun 1700, telah merajalela di sebagian
besar pusat-pusat penghasil dan perdagangan rempah-rempah. Dengan demikian,
cukup efektif pihak VOC untuk menerapkan kebijakan-kebijakan di daerah
koloni.
Dalam upaya
memperlancar aktivitas organisasi, VOC pada tahun 1610 memutuskan untuk
membentuk jabatan Gubernur Jendral yang pada waktu itu berkedudukan di
Maluku. Pieter Both sebagai orang pertama yang menduduki
posisi itu.
Tindakan
VOC dengan adanya hak octroi sangat merugikan bangsa
Indonesia. Hak octroi seolah ijin usaha kepanjangan tangan
pemerintah Belanda, bahkan bisa dikatakan VOC sebagai sebuah ‘negara dalam
negara’.
Pada Perserikatan Maskapai Hindia Timur , VOC ,
kepentingan-kepentingan /para pedagang yang bersaing itu diwakili oleh system
majelis (kamer ) untuk masing-masing dari 6 wilayah di negeri Belanda. Setiap
majelis mempunyai sejumlah direktur yang telah disetujui, yang seluruhnya
berjumlah 17 orang dan disebut sebagai Heeren XVII ( Tuan-tuan Tujuh Belas ).
Untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah, VOC menerapkan hak monopoli, menguasai
pelabuhan-pelabuhan penting dan membangun benteng-benteng. Benteng-benteng yang
dibangun VOC adalah :
1. Di
Banten disebut benteng Kota Intan ( Fort Pellwijk ).
2. Di
Ambon disebut benteng Victoria.
3. Di
Makasar disebut benteng Retterdam.
4. Di
Ternate di sebut benteng Orange.
5. Di
Banda disebut benteng Nasao.
Dengan
keunggulan senjata, juga memanfaatkan kompetisi dan konflik di antara
penguasa lokal (kerajaan ), VOC berhasil memonopoli perdagangan pala dan
cengkeh di Maluku. Satu persatu kerajaan-kerajaan di Indonesia
dikuasai VOC. Kebijakan ekspansif (menguasai) semakin gencar
diwujudkan ketika Jan Pieterszoon Coen diangkat menjadi
Gubernur Jendral menggantikan Pieter Both pada tahun 1817.
Jan Pieterszoon Coen memiliki semboyan
“ tidak ada perdagangan tanpa perang, dan juga tidak ada perang tanpa
perdagangan”. Ialah yang memindahkan pos dagang VOC di Banten dan
kantor pusat VOC dari Maluku ke Jayakarta. Mengubah nama Jayakarta
menjadi Batavia.
Daerah-daerah
strategis bagi pelayaran dan perdagangan di sepanjang pantai nusantara di
kuasai VOC. Hal ini bisa dikatakan sebagai tindakan imperialisme pantai,
yaitu :
1. Pada
tahun 1919/1921 merebut pelabuhan Jayakarta.
2. Pada
tahun 1625, menduduki daerah pusat rempah-rempah di pulau banda.
3. Pada
tahun 1641, merebut benteng Portugis di Malaka.
4. Pada
tahun 1662, menduduki pusat perdagangan Pariaman di pantai Barat Sumatra.
5. Pada
tahun 1667, menduduki Bandar Makasar .
Dalam upaya
mempertahankan monopoli dan melarang keterlibatan bangsa Barat lainnya maupun
para pedagang Asia dalam perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku, VOC
melakukan intervensi militer ke berbagai daerah dan pelayaran Hongi (
Hongi Tochten). Pelayaran Hongi yaitu pelayaran keliling
menggunakan perahu jenis kora-kora yang dipersenjatai untuk mengatasi
perdagangan gelap atau penyelundupan rempah-rempah di Maluku. Pelayaran ini
juga disertai Hak Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan
tanaman rempah-rempah yang melebihi ketentuan.
Pada tahun
1700 –an, VOC berusaha menguasai daerah-daerah pedalaman yang banyak
menghasilkan barang dagangan. Imperialisme pedalaman ini sasarannya kerajaan
Banten dan Mataram, karena daerah ini banyak menghasilkan barang-barang
komoditas seperti beras, gula merah, jenis-jenis kacang dan lada.
Tindakan
VOC yang sewenang-wenang, sangat keras, dan kejam menimbulkan perlawanan rakyat
Indonesia. Perlawanan terhadap monopoli VOC terjadi dimana-mana seperti di
Mataram,
![]() |
Banten,
Makasar dan Maluku.
Kebijakan-kebijakan
VOC selama berkuasa di Indonesia sejak tahun 1602 – 1799 antara lain dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Menguasai
pelabuhan-pelabuhan dan mendirikan benteng untuk melaksanakan monopoli
perdagangan.
2. Melaksanakan
politik devide et impera ( memecah dan menguasai
) dalam rangka untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3. Untuk
memperkuat kedudukannya dirasa perlu mengangkat seorang pegawai yang disebut
Gubernur Jendral.
4. Melaksnakan
sepenuhnya Hak Octroi yang ditawarkan pemerintah
Belanda.
5. Membangun
pangkalan / markas VOC yang semula di Banten dan Ambon, dipindah dipusatkan di
Jayakarta ( Batavia).
6. Melaksanakan
pelayaran Hongi ( Hongi tochten ).
7. Adanya Hak
Ekstirpasi, yaitu hak untuk membinasakan tanaman rempah-rempah yang
melebihi ketentuan.
8. Adanya verplichte
leverantien ( penyerahan wajib ) dan Prianger
Stelsel ( system Priangan )
Prianger Stelsel ( system Priangan ,
penyerahan wajib) dimulai tahun 1723
Masyarakat di Priangan dikenai aturan wajib kerja menanam
kopi dan menyerahkan hasilnya kepada kompeni. Wajib kerja ini sama dengan kerja
paksa / rodi, rakyat tanpa diberi upah, menderita dan miskin
Pengaruh dari kebijakan VOC bagi rakyat Indonesia antara
lain :
- Kekuasaan
raja menjadi berkurang atau bahkan didominasi secara keseluruhan oleh VOC.
- Wilayah
kerajaan terpecah-belah dengan melahirkan kerajaan dan penguasa baru
dibawah kendali VOC.
- Hak octroi (
istimewa ) VOC, membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin, menderita,
mengenal ekonomi uang, mengenal sistem
pertahanan benteng, etika perjanjian dan
prajurit bersenjata modern (senjata api, meriam ).
Hak octroi adalah hak istimewa dari
pemerintah Belanda, yang meliputi :
1. Hak monopoli
2. Hak untuk membuat uang
3. Hak untuk mendirikan benteng
4. Hak untuk melaksanakan perjanjian dengan
kerajaan
di Indonesia
5. Hak untuk membentuk tentara
4. Pelayaran Hongi, bagi
penduduk Maluku khususnya, dapat dikatakan sebagai suatu
perampasan, perampokan, pemerkosaan, perbudakan dan
pembunuhan.
- Hak Ekstirpasi bagi
rakyat merupakan ancaman matinya suatu harapan atau sumber penghasilan
yang bisa berlebih.
Dua
abad sejarah VOC bercokol di kepulauan Indonesia, sama sekali tidak
mengisaratkan sebagai kesetaraan suatu mitra baik dalam arti politik maupun
ekonomi, melainkan berisi berbagai peristiwa berdarah dari sebuah upaya
menegakkan kekuasaan. VOC menjadi sebuah kompeni yang bengis, yang mampu
membangun sebuah tradisi sebagai symbol kekuasaan kolonialisme dan imperialisme
Barat.
C. KEBIJAKAN PEMERINTAH KERAJAAN
BELANDA DAN PENGARUHNYA
Kebijakan
pemerintah kerajaan Belanda yang dikendalikan oleh Perancis sangat kentara pada
masa Gubernur Jendral Daendels ( 1808 – 1811 ). Kebijakan yang di ambil
Daendels sangat berkaitan dengan tugas utamanya yaitu untuk mempertahankan
pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Dalam upaya
tersebut, Daendels melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Membangun
ketentaraan, pendirian tangsi-tangsi/ benteng, pabrik mesiu /senjata di
Semarang dan Surabaya dan juga rumah sakit tentara.
2. Pembuatan
jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur panjang
sekitar 1000 km.
3. Membangun
pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon dan pembuatan perahu-perahu kecil untuk
kepentingan perang.
Daendels dikenal
sebagai Gubernur Jendral “ bertangan besi” karena ia memerintah dengan
menerapkan disiplin tinggi, keras dan kejam. Untuk mendapatkan dana yang
dibutuhkan dalam menghadapi Inggris Daendels menerapkan
beberapa cara :
1. Sistem
kerja paksa ( rodi )
2. Melaksanakan contingenten,
yaitu pajak berupa hasil bumi.
3. Menetapkan verplichte
leverentie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada pemerintah
Belanda dengan harga yang telah ditetapkan.
4. Mewajibkan Prianger
Stelsel, yaitu kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.
5. Melepas
tanah kepada pihak asing.
Pada
tahun 1810, kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon dihapuskan
oleh Kaisar Napoleon Bonaparte. Negara Belanda dijadikan
wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian, wilayah jajahan di
Indonesia secara otomatis menjadi wilayah jajahan Perancis.
Kaisar
Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otoriter,
maka pada tahun 1811 ia di tarik kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh
Gubernur Jendral Janssens. Ternyata Janssens tidak
secakap dan sekuat Daendels dalam melaksanakan tugasnya.
Ketika Inggris menyerang pulau Jawa, ia menyerah dan harus menanda tangani
Perjanjian di Tuntang yang dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang 1811.
Kebijakan yang diberlakukan Daendels yang
berpengaruh terhadap kehidupan rakyat antara lain dapat
disebutkan sebagai berikut :
- Sebagai
bagian dari perubahan system pemerintahan, Daendels memutuskan agar semua
pegawai pemerintah menerima gaji tetap dan mereka dilarang melakukan
kegiatan perdagangan.
- Melarang
penyewaan desa, kecuali untuk memproduksi gula, garam dan sarang burung.
- Melaksanakan
contingenten yaitu pajak dengan penyerahan hasil bumi.
- Menetapkan
verplichte leverentie, kewajiban menjual hasil bumi hanya kepada
pemerintah Kerajaan Belanda dengan harga yang telah ditetapkan.
- Menerapkan
system kerja paksa (Rodi) Membangun ketentaraan dengan melatih
orang-orang pribumi.
- Membangun
jalan pos dari Anyer sampai Panarukan sebagai dasar pertimbangan
pertahanan.
- Membangun
pelabuhan-pelabuhan dan membuat kapal perang berukuran kecil.
- Melakukan
penjualan tanah rakyat kepada pihak swasta.
9.
Adanya contingenten, verplichte
leverantien dan Prianger Stelsel

Pengaruh kebijakan pemerintah
kerajaan yang diterapkan oleh Daendels sangat berbekas dibanding penggantinya,
Gubernur Jendral Janssens yang lemah. Langkah-langkah kebijakan
Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan :
1. Kebencian
yang mendalam baik dari kalangan penguasa maupun rakyat.
2. Munculnya
tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta.
3. Pertentangan
/ perlawanan penguasa maupun rakyat.
4. Kemiskinan
dan penderitaan yang berkepanjangan.
5. Pencopotan
Daendels.
Alasan pencopotan Gubernur Jendral Hermann Willem
Daendels adalah :
1. Daendels
menciptakan hubungan yang tidak harmonis antara penguasa local maupun rakyat
setempat, ini akan membahayakan pertahanan terhadap serangan Inggris , bisa
jadi Indonesia akan memihak Inggris.
2. Melakukan
penyimpangan dengan menjual tanah rakyat kepada pihak swasta, seperti kepada
Han Ti Ko, seorang pengusaha China, berarti telah melanggar undang-undang
negara.
D. KEBIJAKAN
PEMERINTAH KOLONIAL INGGRIS DAN PENGARUHNYA
Peristiwa
Belanda menyerah kepada Inggris melalui Perjanjian Tuntang (1811), sebagai awal
pendudukan kolonial Inggris di Indonesia. Thomas Stamford Rafflesdiangkat
menjadi Letnan Gubernur EIC di Indonesia. Ia memegang pem,erintahan
selama lima tahun ( 1811-1816) dengan membawa perubahan berasas liberal.
Pendudukan
Inggris atas wilayah Indonesia tidak berbeda dengan penjajahan bangsa Eropa
lainnya. Raffles banyak mengadakan perubahan-perubahan , baik
di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Kebijakan Daendels yang dikenal dengan
nama Contingenten diganti dengan system sewa tanah.
Sistem sewa tanah disebut juga system pajak tanah atau landrent (lanrate). Rakyat
atau para petani harus membayar pajak sebagai uang sewa, karena semua tanah dianggap
milik negara.
Landrent di Indonesia gagal, karena :
1. Sulit
menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang luasnya berbeda.
2. Sulit
menentukan luas-sempit dan tingkat kesuburan tanah.
3. Terbatasnya
jumlah pegawai.
4. Masyarakat
pedesaan belum terbiasa dengan system uang.
Tindakan
yang dilakukan oleh Raffles berikut adalah membagi wilayah
Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini dikandung maksud untuk mempermudah
pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Setiap
karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh asisten
residen.
Hal
lain yang dilakukan oleh Thomas Stamford Raffles yang memberi
sumbangan positif bagi Indonesia adalah :
- Membentuk susunan baru dalam
pengadilan yang didasarkan pengadilan Inggris.
- Menulis buku yang berjudul
History of Java.
- Menemukan bunga
Rafflesia-Arnoldi.
- Merintis adanya kebun raya
Bogor.
Perubahan
politik yang terjadi di Eropa mengakhiri pemerintahan Raffles di
Indonesia. Pada tahun 1814, Napoleon Bonaparte akhirnya
menyerah kepada Inggris. Belanda lepas dari kendali Perancis. Hubungan antara
Belanda dan Inggris sebenarnya akur, mereka mengadakan pertemuan di London,
Inggris. Pertemuan ini menelorkan kesepakatan yang tertuang dalam Convention
of London.
Konvensi London 1814 berisi
kesepakatan :
Belanda memperoleh kembali daerah jajahannya yang dulu
direbut Inggris. Status Indonesia dikembalikan sebagaimana dulu sebelum perang,
yaitu di bawah kekuasaan Belanda.
Sebenarnya Raffles tidak
setuju dengan keputusan Konvensi London. Ia meletakkan jabatannya digantikan
oleh Letnan Gubernur Jendral John Fendall. Baru pada tahun
1816, John Fendall menyerahkan wilayah Indonesia kepada
Belanda.
E. KEBIJAKAN
PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA DAN PENGARUHNYA
Van der
Capellen semasa
pemerintahnnya dari tahun 1817 –1830, menerapkan kebijakan
politik dan ekonomi liberal. Oleh kalangan
konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda,
kebijakkan politik ekonomi liberal dianggap gagal. Dalam perkembangannya,
kaum liberal dan konservatif silih berganti mendominasi parlemen dan
pemerintahan. Keadaan seperti ini berdampak kebijakan politik dan ekonomi di
Indonesia sebagai tanah jajahan juga silih berganti mengikuti kebijakan yang
ada di Belanda.
Di Belanda sendiri ada 2 kubu yang
berdebat :
- Kubu Liberal
Memiliki keyakinan bahwa tanah jajahan akan mendatangkan
keuntungan bagi Belanda jika urusan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada pihak
swasta, tanpa campur tangan pemerintah. Pemerintah kolonial hanya menarik pajak
dan sebagai pengawas.
- Kubu Konsevatif
Berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan
bagi Belanda apabila urusan ekonomi ditangani langsung oleh pemerintah.
Indonesia dinilai belum siap untuk diterapkan kebijakan ekonomi liberal.

Kegagalan van
der Capellen menjatuhkan kaum liberal, di parlemen dan pemerintahan
didominasi kaum konservatif. Pada masa Gubernur Jendral van
den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konsevatif di
Indonesia. Pada tahun 1830 mulai diterapkan aturan kerja rodi ( kerja paksa )
yang disebur Cultuurstelsel. Cultuurstelsel dalam
bahasa Inggris adalah Cultivation System yang memiliki
arti sistem tanam. Namun di Indonesia Cultuurstelsel lebih
dikenal dengan istilah tanam paksa. Ini cukup beralasan diartikan seperti itu
karena dalam prakteknya rakyat dipaksa untuk bekerja dan menanam tanaman wajib
tanpa mendapat imbalan. Tanaman wajib adalah tanaman perdagangan yang laku di
dunia internasional seperti kopi, teh, lada, kina dan tembakau.
Cultuurstelsel diperlakukan
dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif
singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar akibat perang dalam
menghadapi Napoleon maupun menghadapi perlawanan
kerajaan-kerajaan di Indonesia dapat diatasi. Pokok-pokok Cultuurstelsel mencakup :
- Rakyat wajib menyiapkan 1/5
dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
- Lahan tanaman wajib bebas
pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
- Setiap kelebihan hasil panen
dari jumlah pajak akan dikembalikan.
- Tenaga dan waktu yang
diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh melebihi waktu yang
diperlukan untuk menanam padi.
- Rakyat yang tidak memiliki
tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun diperkebunan
atau pabrik milik pemerintah.
- Jika terjadi kerusakan atau
gagal panen menjadi tanggungjawab pemerintah.
- Pelaksanaan tanam paksa
diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepala desa).
![]() |
Kalau
melihat pokok-pokok Cultuurstelsel bila dilaksanakan
dengan semestinya merupakan aturan yang baik. Namun praktik di
lapangan jauh dari pokok-pokok tersebut atau dengan kata lain terjadi
penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan itu antara lain :
- Tanah yang harus diserahkan
rakyat cenderung melebihi dari ketentuan 1/5, dimaksudkan sebagai cadangan
bila hasil kurang menguntungkan.
- Tanah yang ditanami tanaman
wajib tetap ditarik pajak.
- Rakyat yang tidak punya tanah
garapan ternyata bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari atau
1/5 tahun.
- Kelebihan hasil tanam dari
jumlah pajak ternyata tidak dikembalikan.
- Jika terjadi gagal panen
ternyata ditanggung petani.
Penyimpangan
ini terjadi karena penguasa pribumi (kepala desa) tergiur oleh iming-iming
Belanda yang menerapkan system cultuur procenten.
Cultuur Procenten adalah :
Hadiah atau persen dari pemerintah bagi para pelaksana
tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan hasil panen
melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu.
Hal ini
mebuat penguasa pribumi semakin gencar menekan rakyat untuk bekerja ekstra
keras, tidak peduli aturan atau pokok-pokok dalam cultuurstelsel. Hadiah
atau persen adalah tujuan utama disamping pujian-pujian dari pemerintah Hindia
Belanda. Kemiskinan dan penderitaan rakyat yang semakin parah tidak
dipedulikan. Daerah-daerah yang banyak mengalami penderitaan
diantaranya :
- Di daerah lembah Sala yang
meliputi daerah Surakarta, Yogyakarta dan Madiun.
- Di daerah lembah Brantas
terutama di daerah Kediri, Surabaya dan Besuki ( Jatiroto ).
- Di daerah pelabuhan Jepara dan
Tuban.
- Di daerah Priangan.
- Di daerah Sumatra Barat,
terutama sejak tahun 1840-an.
Berkat
Tanam Paksa itu, antara tahun 1830 – 1870 ( dalam waktu 40 tahun ), Pemerintah
Belanda mendapat keuntungan 823 juta gulden. Dengan uang itu, kas negara
Hindia-Belanda dapat diisi penuh kembali, kira-kira hanya 33 juta gulden.
Selebihnya dipakai untuk membangun jalan kereta api dan gedung-gedung
pemerintah di negeri Belanda.
F. PERBEDAAN
PENGARUH KOLONIAL
Pengaruh
kolonial tidak lepas dari masa pendudukan, tingkat kepentingan dan
kebijakan yang diterapkan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kepulauan Indonesia
sangat dipengaruhi oleh pendudukan para kolonialis. Pengaruh
kolonialis Barat mencakup beberapa aspek atau factor, yaitu faktor ekonomi,
politik, sosial dan kebudayaan . Namun tingkat pengaruhnya sangat bervariasi
antara pulau Jawa dengan pulau-pulau yang lain dan antara satu
daerah dengan daerah yang lain.Perbedaan pengaruh ini disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain :
- Kompetisi
atau persaingan.
Ketika persaingan bangsa Eropa untuk memperoleh
daerah-daerah jajahan mencapai
puncaknya pada abad ke –19, pihak Belanda merasa wajib
menduduki daerah-daearah di
luar Jawa. Walaupun pendudukan suatu daerah dari
sisi nilai ekonomi minim, tapi dari segi hegemoni, dalam rangka
mencegah masuknya kekuatan Barat lain.
- Keamanan
Untuk menjaga keamanan daerah-daearah yang sudah berhasil
dikuasai, Belanda merasa terpaksa untuk menaklukkan daerah-daerah lain yang
mungkin akan mendukung atau membangkitkan gerakan perlawanan. Kekuatan gerakan
perlawanan juga menentukan tingkatan besarnya pengaruh.
- Letak
strategis
Daerah yang memiliki posisi pada jalur pelayaran
dan perdagangan internasional memiliki nilai politis dan ekonomi yang sangat
menguntungkan. Di tempat-tempat seperti para kolonis biasanya bermukim,
membangun benteng –benteng dan pelabuhan. Ternate, Ambon, Banten, Batavia dan Makasar
merupakan contoh daerah strategis.
- Sumber
Daya Alam ( SDA ) dan Sumber Daya Manusia ( SDM )
Daerah yang memiliki potensi hasil bumi komoditi
perdagangan dan jumlah penduduk yang padat tidak luput dari eksploitasi para
kolonialis. Hasil bumi di kepulauan Indonesia berbeda-beda, kepadatan penduduk
tidak merata. Tentunya hasil bumi sebagai komoditas perdagangan, manusiapun
diperdagangkan dalam status sebagai budak. Madura walau dari segi nilai ekonomi
sangat kecil waktu itu, tapi dari segi manusia cukup berlimpah, ]leh karena
itu, para kolonialis menduduki Madura.

- Kebijakan
Pemerintah Kolonial
Suatu kebijakan bisa cocok diterapkan di pulau
Jawa, namun jika dipraktikkan di pulau atau daerah lain belum tentu
menguntungkan. Maka di daerah yang tidak menguntungkan akan dibiarkan oleh para
kolonialis, sementara di daerah yang menguntungkan akan tumbuh subur pengaruh
kolonialis.
A.Berbagai
kebijakan pemerintahan kolonial yang memicu perlawanan lokal
- 2. MONOPOLI
PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH 1512, Portugis (dalam
pimpinan Antonio Abreau) sampai di Maluku;
Portugis memanfaatkan kesempatan dalam persaingan Ternate dan Tidore;
Disambut baik rakyat Maluku, karena mengira kalau Portugis akan membantu
mereka;
1522, Portugis mendirikan Benteng Saint John dan menuntut imbalan monopoli
perdangan rempah-rempah; Saat Portugis bersitegang
dengan Spanyol, Ternate meminta bantuan pada Portugis. Syaratnya monopoli
perdangan rempah-rempah; Rakyat Maluku dirugikan,
Portugis diuntungkan.
- 3. PENYEBARAN
AGAMA KRISTEN
Menyebarkan agama Katolik; Fransiscus Xaverius, seorag
misionaris yang tiba di Ambon pada 14 Februari 1546. Tiba di Ternate tahun
1547 dan terus menyebarkan agama Katolik di Kepulauan Maluku.
- 4. PERLAWANAN
RAKYAT MALUKU
Karena keserakahan Portugis, rakyat Maluku memutuskan untuk bersatu dalam
melawan Portugis; 1533, Sultan Ternate
menyerukan kepada rakyat Maluku untuk mengusir Portugis;
1570, dibawah pimpinan Sultan Hairun, rakyat Ternate melakukan perlawanan.
Sayangnya, ia terbunuh di Benteng Duurstede;
1570-1575, peperangan dipimpin Sultan Babullah. Portugis angkat kaki dan
diusir ke Tidore dan Ambon.
- 5. MONOPOLI
PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH Peraturan VOC dalam perdagangan rempah-rempah:
1. Verplichte Leverantie (penyerahan wajib hasil bumi) 2. Contingentern
(membayar pajak berupa hasil bumi) 3. Ketentuan areal dan jumlah tanaman
rempah- rempah yang boleh ditanam. 4. Ekstirpasi (menebang tanaman
rempah-rempah) 5. Pelayaran Hongi (pelayaran)
- 6. MONOPOLI
PERDAGANGAN REMPAH-REMPAH Hukuman terhadap para pelanggar peraturan
monopoli disebut ekstirpasi (pembinasaan tanaman rempah- rempah milik
petani yang melanggar monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa
dibunuh) Akibatnya, penderitaan rakyat memuncak.
- 7. CAMPUR
TANGAN TERHADAP MASALAH INTERNAL KERAJAAN Politik adu domba atau pecah
belah (Devide et Impera) bertujuan untuk menguasai suatu kerajaan dengan
mengadu domba sebuah sistem kerajaan. Ex: Konflik antara Sultan Hasanudin
dari Makasar dengan Aru Pallaka dari Kesultanan Bone yang memberi jalan
Belanda untuk menguasai Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi tersebut.
- 8. EKSPANSI
WILAYAH DEMI MELANCARKAN KEBIJAKAN PINTU TERBUKA
Tanam paksa yang mula diterapkan pada tahun 1830, secara bertahap akhirnya
dihapuskan oleh pemerintahan Belanda.
Diadakannya Politik Pintu Terbuka sebagai gantinya (berdasalarkan UU
agraria 1870)
- 9. i.
Undang – Undang Agrarian 1. Tanah Indonesia dibedakan menjadi dua macam,
yaitu : tanah rakyat dan tanah pemerintah. 2. Tanah rakyat dibedakan atas:
tanah milik yang sifatnya bebas dan tanah untuk keperluan penduduk desa
yang sifatnya bebas. 3. Tanah pemerintah adalah tanah yang bukan milik
rakyat, yang dapat dijual atau disewakan untuk dijadikan perkebunan. ii.
Undang – Undang Gula 1. Sewa hanya dapat dilakukan antara satu sampai dua
tahun. 2. Uang sewa sebesar hasil dari satu kali panen petani, kalau tanah
itu dikerjakan oleh petani. 3. Investor asing wajib mengadakan perjanjian
langsung atau kontrak dengan petani.
- 10. Berikut
ini beberapa perkebunan asing yang muncul di Indonesia : 1) Perkebunan
tembakau di Deli, Sumatra Utara. 2) Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. 3) Perkebunan kina di Jawa Barat. 4) Perkebunan karet di
Sumatra Timur. 5) Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara. 6) Perkebunan
teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
- 11. AROGANSI
BELANDA TERHADAP KERAJAAN PRIBUMI 1. Monopoli yang dilakukan oleh Belanda
2. Tanam paksa 3. Politik Etis 4. Politik Pintu Terbuka 5. Kerja Rodi 6.
Ekspansi wilayah
- 12. ADANYA
PRAKTIK DISKRIMANASI TERHADAP PENDUDUK PRIBUMI Digolongkan berdasarkan
status sosial dan kedudukannya:
Golongan Eropa (Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Swiss, dan Prancis),
Orang-orang Indonesia ( turunan Pribumi dan Eropa),
Orang-orang keturunan Timur asing (Cina),
Orang-orang pribumi (Indonesia), golongan timur asing (Tionghoa, India,
dan Arab), dan Golongan Pribumi.
- 13. PENDERITAAN
RAKYAT AKIBAT SISTEM TANAM PAKSA , KEBIJAKAN PINTU TERBUKA, DAN POLITIK
ETIS Tanam paksa: Penurunan produksi tanaman
lokal terutama padi yang beralih pada tanaman yang laku diekspor
Berkurangnya kepemilikan tanah petani yang harus dibagi untuk pemerintah
belanda
Penderitaan fisik dan mental karena kelebihan beban kerja
- 14. PENDERITAAN
RAKYAT AKIBAT SISTEM TANAM PAKSA , KEBIJAKAN PINTU TERBUKA, DAN POLITIK
ETIS KEBIJAKAN PINTU TERBUKA 1. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk
2. Adanya krisis perkebunan 3. Menurunnya konsumsi bahan makanan,
sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat. 4. Rakyat
menderita karena masih adanya kerja rodi
- 15. PENDERITAAN
RAKYAT AKIBAT SISTEM TANAM PAKSA , KEBIJAKAN PINTU TERBUKA, DAN POLITIK
ETIS POLITIK ETIS (POLITIK BALAS BUDI)
Membangun perkebunan-perkebunan Belanda
Memindahkan penduduk ke daerah perkebunan untuk kerja rodi
Stratifikasi dalam pendidikan
Terima kasih sudah berkenan membaca artikel tersebut di atas tentang KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DAN PENGARUHNYA DI INDONESIA. Penulis mohon teman-teman kiranya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun karena penulis rasa artikel tersebut di atas jauh dari kata sempurna. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan baik dari segi tulisan maupun bahasa. Thank you.
ConversionConversion EmoticonEmoticon