MAKALAH
KURBAN

DISUSUN OLEH :
FERO REGI KURNIAWAN
MAYANG DWI PUTRI SARLIN
DEBI SEPTIANI
TASYA RAHMA INTANI
ROMADHAN SAPUTRO UTOMO
OKTAVIA DWI WULAN JAYA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KEPAHIANG
TAHUN AJARAN
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah berqurban adalah antara amalan
mulia dan penting dalam Islam karena amat besar fadhilatnya, tetapi sayangnya
masih banyak orang yang samar-samar atau kabur kefahaman menerka mengenainya,
sehingga ada yang memandang ringan walaupun mempunyai kemampuan tetapi tidak
mahu melakukan penyembelihan qorban dan aqiqah ini.
Begitulah masalah berqurban yang akan
coba kita jelaskan. Semoga dengan penjelasan yang serba sedikit ini dapat
membantu kefahaman kita semua tentang ibadah Qurban serta keinginan untuk
sama-sama mencari pahala kedua ibadah ini akan meningkat. Dan semoga memberi
kefahaman yang jelas hingga kita dapat menghayatinya dengan penuh keimanan
kerana menjunjung perintah Allah s.w.t. dan mendapat fadhilat daripada amalan
yang akan kita lakukan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian
kurban?
2. Apakah hukum kurban?
3. Apakah keutamaan
kurban?
4. Kapan Waktu dan Tempat
kurban ?
5. Seperti apa Jenis
Hewan Kurban ?
6. Bagaimana Teknik
Penyembelihan Hewan Kurban ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian
kurban.
2. Mengetahui hukum
kurban.
3. Mengetahui keutamaan
kurban.
4. Mengetahui Kapan waktu
dan tempat kurban.
5. Mengetahui Jenis
kurban.
6. Mengetahui Bagaimana
Teknik Penyembelihan Hewan Kurban.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Bagi penulis, seluruh rangkaian kegiatan
dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih memantapkan penguasaan keilmuan
yang dipelajari selama mengikuti pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Sekolah
Bagi Sekolah, hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi dokumen sekolah yang berguna untuk dijadikan acuan
bagi siswa lainya.
E. Metode dan Teknik Kegiatan
Informasi yang disajikan dalam pembuatan
makalah ini, merupakan hasil dari proses pencarian data yang dilakukan baik
selama riset lapangan maupun diluar dari kegiatan itu. Kecuali informasi yang
bersifat sebagai opini, yang bersumber dari ilmuu yang di dapat selama proses
pembelajaran di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari
bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il
mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri
(Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan
sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut
juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al
adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak
yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul
07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta,
sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq
sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
XIII/155; Al Jabari, 1994).
B. Dasar Hukum Qurban
Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib.
Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu
Hazm dan lainnya berkata, “Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu
(kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam
perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin –seperti Abu
Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian pengikut Imam Malik— mengatakan
qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya
sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang)
setelah terpenuhinya kebutuhan pokok ( al hajat al asasiyah) –yaitu sandang,
pangan, dan papan– dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim
bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban
(Al Jabari, 1994)
Dasar kesunnahan qurban antara lain,
firman Allah SWT :
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena
Tuhanmu, dan berqurbanlah. ” (TQS Al Kautsar : 2)
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk
menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.” (HR. At
Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW)
qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah
(indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi
“wanhar” (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan
untuk melakukan qurban (thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi, “umirtu bi
an nahri wa huwa sunnatun lakum ” (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban,
sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni ” kutiba
‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban
dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang
ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan
keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah
wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i
et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak
berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan
tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat
shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA.
Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna
musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah
suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang –yang tak berqurban
padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan
celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’ ) seperti halnya predikat fahisyah
(keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan
jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat
Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan
tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir
Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib,
jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits
Nabi SAW :
“Barangsiapa yang bernadzar untuk
ketaatan (bukan maksiat) kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. ”
(lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi wajib, jika
seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,”Ini milik Allah, ” atau
“Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
C. Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling
dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai
Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin
Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari
raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih
utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan
memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW :
“Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah
qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa
yang telah kaulakukan.. .” (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)
D. Waktu dan Tempat Qurban
1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul
Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu
tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul
Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum
sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk
dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha
dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya
(berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan
13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu
Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang
hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu.
Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat
para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur
ulama (Matdawam, 1984)
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal
10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa)
Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR.
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak
menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan
wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10
Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
2. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban
adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan
atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu
tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri
(HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu
pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
E. Hewan Qurban
1. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah
: unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya
ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al
Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
“…supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.”
(TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam
(binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al
Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al
Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau ( jamus), sebab
disamakan dengan sapi.
2. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan
jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang
bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak
melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap
mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua,
sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima
tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus,
sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah
dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya
berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al , 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW,
tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :
1) yang nyata-nyata buta
sebelah,
2) yang nyata-nyata
menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
3) yang nyata-nyata
pincang jalannya,
4) yang nyata-nyata lemah
kakinya serta kurus,
5) yang tidak ada
sebagian tanduknya,
6) yang tidak ada
sebagian kupingnya,
7) yang terpotong
hidungnya,
8) yang pendek ekornya
(karena terpotong/putus) ,
9) yang rabun matanya.
(Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
Hewan yang dikebiri boleh dijadikan
qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk,
bertanduk, dan telah dikebiri ( al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
(Abdurrahman, 1990)
“Dianjurkan bagi setiap keluarga
menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu
Majah)
F. Teknis Penyembelihan
Teknis penyembelihan adalah sebagai
berikut :
1) Hewan yang akan
dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya
menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa ” Robbanaa taqabbal
minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah
kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.)
2) Penyembelih meletakkan
kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak
menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
3) Penyembelih melakukan
penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi Allaahu akbar.” (Artinya : Dengan
nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi
SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu
akbar!”)
4) Kemudian penyembelih
membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu : “Allahumma minka
wa ilayka. Allahumma taqabbal min ….” (sebut nama orang yang berkurban).
(Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah,
terimalah dari….) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978;
Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan
oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh
diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan
penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4
(empat) rukun penyembelihan, yaitu :
1) Adz Dzaabih
(penyembelih) , yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang
mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut
mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya
penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
2) Adz Dzabiih, yaitu
hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
3) Al Aalah, yaitu setiap
alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau
besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan
tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
4) Adz Dzabh, yaitu
penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran
nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting :
hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi
niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam
dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang
kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya.
Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan
darah qurban kita. Allah SWT berfirman :
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya. ” (TQS
Al Hajj : 37)
B. Saran
ü Orang yang berkurban harus mampu
menyediakan hewan sembelihan dengancara halal tanpa berutang.
ü Kurban hendaknya binatang ternak,
seperti unta, sapi, kambing, atau biri-biri.
ü Binatang yang akan disembelih tidak
memiliki cacat, tidak buta, tidak pincang, tidak sakit, dan kuping serta
ekor harus utuh.
Terima kasih sudah berkenan membaca artikel tersebut di atas tentang MAKALAH KURBAN. Penulis mohon teman-teman kiranya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun karena penulis rasa artikel tersebut di atas jauh dari kata sempurna. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan baik dari segi tulisan maupun bahasa. Thank you.
ConversionConversion EmoticonEmoticon