MAKALAH
KONFLIK, KEKERASAN
DAN
UPAYA PENGENDALIAN/PENYELESAIAN
DISUSUN OLEH :
NOVIA ARDILA
HELSI PRAMESTI
RIZKI FRANADA
MERI OKTAVIANI
DEBI AJI SANJAYA
ERI HEFRIYETI
WAHYUDA ANUGRAH
AHMAD YOFI
KEMENTERIAN AGAMA
MAN 2 KEPAHIANG
TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Konflik timbul sebagai akibat dari
adanya kenyataan bahwa di masyarakat selalu terdapat persebaran kekuasaan yang
terbatas untuk orang atau kelompok tertentu saja. Akibatnya ialah bertambahnya
kekuasaan pada suatu pihak dengan sendirinnya berarti berkurangnya kekuasaan
pada pihak-pihak lainnya. Konflik merupakan gejala kemasyarakatan yang
senantiasa melekat di dalam kehidupan setiap masyarakat sehingga tidak mungkin
dihilangkan.
Konflik hanya akan hilang bersama hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah mengendalikan agar konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak berkembang menjadi kekerasan (violence).
Konflik hanya akan hilang bersama hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah mengendalikan agar konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak berkembang menjadi kekerasan (violence).
2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan?
2.
Bagaimana caranya agar kekerasan tidak dapat muncul di
masyarakat?
3.
Bagaiman cara mengendalikan konflik sosial?
4.
Apakah penyebab terjadinya kekerasan?
5.
Tujuan
6.
Mengetahui penjelasan mengenai kekerasan yang berdampak
negatif bagi masyarakat dan diri sendiri.
7.
Mengetahui penyebab konflik dan kekerasan.
8.
Mengetahui para pendapat ahli dan beberapa teori.
BAB II
PEMBAHASAN
KONFLIK DAN KEKERASAN
PEMBAHASAN
KONFLIK DAN KEKERASAN
1. Pengertian
Kekerasan
Kekerasan adalah konflik-konfllik sosial
yang tidak dapat terkendali oleh masyarakat atau mengabaikan sama sekali norma
dan nilai sosial yang ada sehingga terwujudnya tindakan merusak (destruktif).
Kekerasan tidak akan muncul apabila
kelompok-kelompok yang saling bertentangan itu mampu memenuhi 3 macam, yaitu:
·
Masing-masing kelompok menyadari
akan adanya situasi konflik di antara mereka dan perlu dilaksanakan
prinsip-prinsip keadilan secara jujur.
·
Pengendalian konflik-konflik
tersebut hanya mungkin dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling
bertentangan itu terorganisir dengan jelas.
·
Setiap kelompok yang terlibat di
dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan tertentu, suatu hal yang
akan memungkinkan hubungan-hubungan sosial di antara mereka menemukan suatu
pola tertentu.
Ada 3 macam bentuk pengendalilan konflik sosial, yaitu:
1.
Konsiliasi
Konsiliasi merupakan bentuk
pegendalian konflik sosial melaui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan
tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang
berlawanan mengenai persoalan yang mereka pertentengkan.
Pada umumnya, konsiliasi terjadi
pada kehidupan politik. Lembaga politik, berupa badan-badan yang bersifat
parlementer, di dalamnya terdapat berbagai kelompok yang saling bertemu satu
sama lain untuk mewujudkan pertentangan yang bersifat damai.
Lembaga politik ada 4 yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
·
Lembaga yang bersifat otonom,
mengambil keputusan tanpa campur tangan dari badan-badan lain yang di luar.
·
Lembaga yang bersifat monopolitis,
mengambil keputusan hanya lembaga itu.
·
Lembaga yang bersifat demokratis,
mengambil keputusan dengan musyawarah.
·
Lembaga tersebut haruslah sedemikian
rupa sehingga berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan satu sama lainnya
terikat kepada lembaga tersebut, mengambil keputusan harus mengikat kelompok
tersebut dengan para anggotanya.
2. Meditasi
Meditasi merupakan bentuk
pegendalian konflik sosial melaui kedua belah pihak yang terlibat konflik
besama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehat
.
3. Arbitrasi
Arbitrasi merupakan bentuk
pegendalian konflik sosial melaui kedua belah pihak yang bertentangan
bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima pihak ketiga yang akan
memberikan keputusan.
1. Teori-teori
Kekerasan
Menurut pendapat Gustave Le
Bon (Sarwono, 2001: 203) bahwa kelompok memang lebih agresif daripada
individual, sebab jiwa kelompok lebih irasional, lebih implusif dan lebih
kekanak-kanakan daripada jiiwa individu sebagai perorangan.
2.
Teori Faktor Individual
Menurut beberapa ahli, setiap
perilaku kelompok, termasuk kekerasan, hura-hara, dan terorisme, selalu berawal
dari perilaku individual. Menurut teori ini, perilaku kekerasan yang dilakukan
oleh individual adalah agresivitas yang dilakukan oleh individu secara sendiri,
baik secara spontan maupun direncanakan dan perilaku kekerasan yang dilakukan
bersama orang lain.
Selain faktor pribadi, penyebab dari
perilaku kekerasan, yaitu:
·
Kelainan jiwa (psikopat,
psikoneurosis, frustasi)
·
Pengaruh obat bius
Faktor yang bersifat sosial:
·
Konflik rumah tangga
·
Teritorial (mempertahankan wilayah)
·
Budaya
·
Media massa
3.
Teori Faktor Kelompok
Menurut ahli, individu membentuk
kelompok dan tiap-tiap kelompok memiliki identitas kelompok. Identitas kelompok
yang sering dijadikan alasan pemicu kerusuhan adalah rasial/etnis.
Penelitian dilakukan untuk
membuktikan kekerasan terjadi jika desprivasi (hasil perbandingan antara
harapan dan kenyataan) relatif. Semakin besar kesenjangan antara keduanya,
semakin besar kemungkinan terjadi perilaku agresif (kekerasan).
4.
Teori Dinamika Kelompok
·
Teori Deprivasi Relatif
Menurut teori ini, perilaku agresif
kelompok dilakukan oleh kelompok kecil maupun kelompok besar.
Menurut pendapat Gurr (Sarwono,
2001: 210) bahwa negara yang mengalami pertumbuhan yang terlalu cepat mengkibatkan
rakyatnya harus menghadapi perkembangan perekonomian masyarakat yang jauh lebih
maju daripada perkembangan perekonomian dirinya sendiri.
·
Teori Kerusuhan Massa
Menurut pendapat N.J Smelser (Sarwono,
2001: 211) bahwa tahapan-tahapan terjadinya kekerasan massa ada 5, yaitu:
·
Situasi sosial yang memungkinkan
timbulnya kerusuhan akibat struktur sosial tertentu, tidak adanya sistem
tanggung jawab dalam masyarakat.
·
Tekanan sosial, yaitu kondisi karena
sejumlah masyarakat merasa bahwa bnyak nilai dan norma yang sudah dilanggar.
·
Berkembangnya prasangka kebencian
yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian ini yang
mengawali/memicu suatu kerusuhan.
·
Mobilisasi massa untuk beraksi,
yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk
bertindak. Sasaran ini ada dua, yaitu ditunjukkan kepada objek yang langsung
memicu kekerasan dan objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan.
·
Kontrol sosial, yaitu kemampuan
aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat
kerusuhan. Kontrol sosial berfungsi untuk meredakan kerusuhan yang terjadi.
5.
Teori Alternatif
·
Teori Lingkungan Sosial
Menurut teori ini, hal yang
terpenting ketika terjadi kekerasan adalah kondisi lingkungan sosial tempat
kerusuhan terjadi .
Menurut teori ini,
kekacauan/kekerasan akan terjadi di sekolah jika kepemimpinan kepala sekolah
tidak memadai. Hal ini berlaku juga pada semua lingkungan sosial, tempat
individu/kelompok masyarakat berada tidak kondusif, bisa menjadi pendorong terjadinya
kekerasan.
·
Teori Individual
Menurut pendapat MacPhail (Sarwono,
2001: 219) bahwa kekerasan/kerusuhan massal, walaupun terjadi di tempat ramai
dan melibatkan orang banyak, hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.
Artinya, tidak semua orang dalam kelompok adalah peserta/pelaku kerusuhan.
Proses terjadinya kerusuhan
menurut MacPhail, ada 3 tahap, yaitu:
·
Proses berkumpulnya massa
·
Aktivitas selama berlangsungnya
hura-hara di kawasan itu
·
Proses bubarnya massa
·
Teori Ideologi
Menurut pendapat T.R Gurr (1990)
bahwa kekerasan sangat dipengaruhi oleh ideologi. Kekerasan yang sangat besar
pengaruhnya mungkin saja dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang memiliki
ideologi yang berbeda. Hubungan antara kelompok-kelompok kecil dengan
masyarakat luas tergantung pada penyaluran pandangan politik dalam masyarakat.
Penyaluran-penyaluran adalah dengan
tersedianya wadah organisasi yang dapat menyalurkan pandangan. Jika kelompok
kecil yang berbeda pandangan merasa tidak ada wadah untuk menyalurkan peran
serta dalam kelompok yang lebih luas, maka akan berpotensi terjadi tindak
kekerasan/kekacauan yang banyak menimbulkan kerugian.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kekerasan adalah konflik-konfllik
sosial yang tidak dapat terkendali oleh masyarakat atau mengabaikan sama sekali
norma dan nilai sosial yang ada sehingga terwujudnya tindakan merusak
(destruktif).
Kekerasan tidak akan muncul apabila
kelompok-kelompok yang saling bertentangan itu mampu memenuhi 3 macam, yaitu:
·
Masing-masing kelompok menyadari akan
adanya situasi konflik di antara mereka dan perlu dilaksanakan prinsip-prinsip
keadilan secara jujur.
·
Pengendalian konflik-konflik
tersebut hanya mungkin dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang saling
bertentangan itu terorganisir dengan jelas.
·
Setiap kelompok yang terlibat di
dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan tertentu, suatu hal yang
akan memungkinkan hubungan-hubungan sosial di antara mereka menemukan suatu
pola tertentu.
Ada 3 macam bentuk pengendalilan
konflik sosial, yaitu:
1.
Konsiliasi
2.
Meditasi
3.
Arbitrasi
Teori–teori kekerasan:
1.
Teori faktor individual
2.
Teori faktor kelompok
3.
Teori dinamika kelompok
·
Teori deprivasi relatif
·
Teori kerusuhan massa
Teori alternatif
·
Teori lingkungan sosial
·
Teori individual
Teori ideologi
2. Saran
Kami dari kelompok 1 berharap agar
generasi penerus bangsa dapat menghadapi konflik tidak menggunakan kekerasan
dan memecahkan masalah dengan cara yang lebih baik sesuai dengan konflik itu
sendiri. Sebagai WNI yang berbangsa dan bernegara harus saling menjaga
kedamaian dan kerukunan antar sesama masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://hanzputara.blogspot.co.id/2012/12/makalah-konflik-dan-proses-politik.html
http://viviealfiahzone.blogspot.co.id/2012/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://ourpos.blogspot.co.id/2014/09/contoh-makalah-ips-konflik-sosial.html
Muin, Idianto. 2006. Sosiologi SMA/MA untuk kelas XI. Jakarta:
Penerbit Erlangga
ConversionConversion EmoticonEmoticon