MAKALAH
PERSIAPAN
MENUJU
KEDEWASAAN/REMAJA
DISUSUN OLEH
:
ROSA
GITA
SMP NEGERI 4
KEPAHIANG
TAHUN AJARAN
2017/2018
MASA REMAJA—PERSIAPAN MENUJU KEDEWASAAN
BAYANGKAN Anda baru saja terbang
dari sebuah pulau tropis menuju Kutub Utara. Begitu keluar dari pesawat, Anda
merasakan suasana yang dingin membeku. Dapatkah Anda beradaptasi? Ya, tetapi
Anda perlu membuat beberapa penyesuaian.
Anda menghadapi situasi serupa
sewaktu anak-anak beranjak remaja. Sepertinya, dalam semalam, suasananya
berubah. Bocah laki-laki yang tadinya lengket dengan Anda, kini lebih senang
bergaul dengan teman-temannya. Gadis kecil yang tadinya antusias bercerita
tentang semua kegiatannya, kini hanya menjawab sepotong-sepotong.
”Bagaimana sekolahmu tadi?” tanya
Anda.
”Biasa aja,” jawabnya.
Hening.
”Lagi mikirin apa?” tanya Anda.
”Enggak ada,” jawabnya.
Hening lagi.
Apa yang terjadi? Belum lama
berselang, ”Anda bisa bebas masuk ke ’belakang panggung’ kehidupan anak-anak
Anda”, kata buku Breaking the Code. ”Kini, paling-paling Anda hanya
bisa duduk di deretan kursi penonton, dan itu pun belum tentu dapat tempat
yang strategis.”
Apakah Anda sebaiknya pasrah saja
dengan suasana dingin seperti itu? Tidak, jangan begitu!
Anda bisa tetap dekat dengan anak-anak Anda seraya mereka melewati
masa remaja. Tetapi, pertama-tama, Anda perlu memahami apa yang sebenarnya
terjadi selama tahap pertumbuhan yang menarik namun kadang bergejolak ini.
Pindah dari Kanak-Kanak Menuju
Kedewasaan
Dahulu, para periset mengira bahwa
otak seorang anak hampir selesai perkembangannya menjelang usia lima tahun.
Kini, mereka percaya bahwa meski ukuran otak tidak banyak berubah
setelah usia tersebut, tidak demikian dengan fungsinya. Begitu
anak-anak menginjak masa akil balig, terjadilah perubahan hormonal yang
drastis, yang merombak cara berpikir mereka. Misalnya, sementara anak-anak
kecil biasanya memandang berbagai hal apa adanya, hitam dan putih, remaja
cenderung berpikir secara abstrak, menyelami suatu hal sampai ke dasarnya. (1 Korintus
13:11) Mereka mengembangkan keyakinan, dan mereka tidak malu-malu
mengungkapkannya.
Paolo, dari Italia, mengamati
perubahan itu dalam diri anak remajanya. ”Sewaktu saya melihat putra saya,” katanya,
”rasanya seolah berhadapan dengan seorang pria kecil, bukan anak-anak lagi. Ini
bukan cuma perubahan fisik. Yang bikin saya lebih takjub adalah cara
berpikirnya. Ia tidak takut-takut mengungkapkan dan membela pandangannya!”
Apakah Anda pernah memerhatikan
bahwa anak remaja Anda juga begitu? Barangkali sewaktu ia masih kecil, Anda
cukup bilang ”Anak-anak harus taat” dan ia pun menurut. Kini, sebagai remaja,
ia menginginkan alasan, dan bahkan bisa jadi mempertanyakan
nilai-nilai yang dianut keluarganya. Adakalanya, keterusterangannya tampak
seperti pemberontakan.
Tetapi, jangan menyimpulkan bahwa
anak remaja Anda mau meruntuhkan nilai-nilai dari Anda. Boleh jadi, ia hanya
sedang bergulat untuk menerima nilai-nilai tersebut, untuk mencocokkan diri dengannya.
Sebagai ilustrasi, bayangkan Anda sedang pindah rumah dan memboyong mebel.
Mudahkah untuk mencocokkannya dengan rumah yang baru? Kemungkinan besar tidak.
Tetapi satu hal yang pasti, Anda tidak akan membuang barang yang Anda anggap
berharga.
Anak remaja Anda menghadapi situasi
serupa seraya ia bersiap-siap untuk ”meninggalkan bapaknya dan ibunya”. (Kejadian 2:24)
Memang, hari itu mungkin masih lama; anak remaja Anda belum dewasa.
Namun, bisa dibilang, ia sudah mulai berkemas-kemas. Sepanjang usia belasan
tahun itu, ia meneliti nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepadanya, dan
menimbang-nimbang mana yang akan ia boyong menuju kedewasaan.*
Gagasan bahwa anak Anda membuat
berbagai keputusan seperti itu mungkin menakutkan Anda. Namun yang pasti,
sewaktu ia pindah menuju kedewasaan, hanya nilai yang menurutnya berharga
yang akan ia bawa. Karena itu, sekaranglah—selagi anak Anda masih tinggal
dengan Anda—saat baginya untuk dengan saksama menyelidiki prinsip-prinsip yang
akan ia jalani.—Kisah
17:11.
Ya, itulah yang sebaiknya anak
remaja Anda lakukan. Pasalnya, jika ia sekarang menerima mentah-mentah
standar Anda, ia nanti mungkin menerima begitu saja standar orang
lain. (Keluaran
23:2) Alkitab menggambarkan bahwa anak muda semacam itu gampang digoda
karena ”tidak berakal budi”—frasa yang antara lain berarti tidak memiliki daya
pengamatan yang baik. (Amsal 7:7) Anak
muda yang tidak punya keyakinan bisa ”diombang-ambingkan seperti oleh gelombang
dan dibawa ke sana kemari oleh setiap angin pengajaran melalui muslihat
manusia”.—Efesus
4:14.
Bagaimana agar itu tidak sampai
terjadi pada anak Anda? Pastikan agar ia memiliki tiga aset berikut:
1 DAYA PEMAHAMAN
Rasul Paulus menulis bahwa
”orang-orang yang matang . . . terlatih daya pemahamannya untuk
membedakan apa yang benar maupun yang salah”. (Ibrani 5:14)
Anda mungkin mengatakan, ’Tapi, dulu kan anak saya sudah saya ajari tentang
yang benar dan yang salah.’ Tentu saja, pelatihan demikian bermanfaat baginya
saat itu dan menyiapkan dia untuk tahap pertumbuhan berikutnya. (2 Timotius
3:14) Namun, Paulus mengatakan bahwa daya pemahaman perlu dilatih. Memang,
anak kecil mungkin punya pengetahuan tentang yang baik dan yang
salah, tetapi remaja perlu menjadi ”orang dewasa dalam kesanggupan
untukmengerti”. (1 Korintus
14:20; Amsal
1:4; 2:11)
Anda tentu ingin anak remaja Anda menggunakan kemampuan bernalar yang
bagus, bukan asal taat tanpa berpikir. (Roma 12:1, 2)
Bagaimana Anda dapat membantu dia untuk bisa bernalar?
Salah satunya dengan membiarkannya
mengungkapkan diri. Jangan memotong kata-katanya, dan berusahalah untuk tidak
bereaksi berlebihan—bahkan jika ia mengatakan sesuatu yang tidak Anda sukai.
Alkitab berkata, ’Cepatlah mendengar, lambat berbicara, lambat murka.’ (Yakobus 1:19; Amsal 18:13)
Selain itu, Yesus berkata, ”Dari kelimpahan hatilah mulut berbicara.” (Matius 12:34)
Jika Anda mau mendengarkannya, Anda jadi tahu apa yang benar-benar ia
khawatirkan.
Sewaktu Anda berbicara, berusahalah
menggunakan pertanyaan ketimbang pernyataan yang blakblakan. Yesus kadang
bertanya, ”Bagaimana pendapatmu?” untuk menimba isi hati murid-muridnya maupun
orang-orang yang keras kepala. (Matius 21:23, 28) Anda
pun dapat melakukan hal serupa terhadap anak remaja Anda, bahkan sewaktu ia
mengungkapkan pandangan yang bertentangan dengan pendapat Anda. Misalnya:
Kalau anak Anda berkata: ”Aku
kayaknya enggak yakin kalau Allah ada.”
Ketimbang menanggapi: ”Kamu
kan sudah diajari—harusnya kamu yakin!”
Anda bisa berkata: ”Kenapa
kamu berpikir begitu?”
Mengapa Anda perlu menimba isi
hatinya? Karena meskipun Anda sudah mendengar apa yang ia katakan,
Anda perlu mencari tahu apa yang ia pikirkan. (Amsal 20:5)
Bisa jadi, persoalannya lebih berkaitan dengan standar Allah ketimbang
keberadaan-Nya.
Misalnya, seorang remaja yang
merasa ditekan untuk melanggar hukum moral Allah mungkin mencoba membuat itu
berterima dengan menganggap Allah tidak ada. (Mazmur 14:1)
’Kalau Allah tidak ada,’ ia mungkin bernalar, ’aku bisa lepas dari standar
Alkitab.’
Jika anak remaja Anda kelihatannya
berpikir seperti itu, ia mungkin perlu bernalar, ’Apakah saya benar-benar
percaya bahwa standar Allah baik bagi saya?’ (Yesaya
48:17, 18) Kalau ia percaya bahwa itu baik baginya, bantu ia menyadari
bahwa demi kesejahteraannya ia perlu berpaut pada standar Allah.—Galatia 5:1.
Kalau anak Anda berkata: ”Ini
mungkin agamanya Papa dan Mama, tapi bukan berarti harus jadi agamaku.”
Ketimbang menanggapi: ”Ini
memang agama kami, tapi kamu juga anak kami, jadi kamu
harus ikut kami.”
Anda bisa berkata: ”Wah, itu
serius sekali. Nah, seandainya kamu tidak setuju dengan kepercayaan ini, kamu
tentu sudah punya gantinya. Jadi, apa yang kamu percayai?
Menurutmu, standar mana yang benar untuk dijalani?”
Mengapa Anda perlu menimba isi
hatinya? Karena dengan bernalar bersamanya, ia dibantu untuk memeriksa
pemikirannya. Ia mungkin akan heran bahwa apa yang ia percayai ternyata sama
dengan yang Anda percayai, tetapi bahwa apa yang ia persoalkan sama sekali
berbeda.
Misalnya, barangkali anak remaja
Anda tidak tahu cara menjelaskan kepercayaannya kepada orang lain. (Kolose 4:6; 1 Petrus
3:15) Atau, ia mungkin tertarik kepada lawan jenis yang tidakseiman. Kenali
akar permasalahannya, dan bantu dia agar mengenalinya juga. Semakin ia
menggunakan daya pemahamannya, semakin siap ia menjadi orang dewasa.
2 BIMBINGAN DARI ORANG DEWASA
Dalam beberapa kebudayaan dewasa
ini, hampir tidak ada bukti mengenai ”badai dan stres” yang menurut banyak
psikolog bakal terjadi selama usia remaja. Para periset mendapati
bahwa dalam masyarakat seperti itu, kaum muda sudah melebur ke dalam kehidupan
orang dewasa pada usia belia. Mereka bekerja bersama orang dewasa, bergaul
dengan orang dewasa, dan dipercayakan berbagai tanggung jawab orang dewasa. Tak
ada istilah-istilah seperti ”budaya anak muda”, ”kenakalan remaja”, dan ”ABG”.
Sebagai kontras, perhatikan
pengalaman kaum muda di banyak negeri yang digiring masuk ke sekolah-sekolah
yang penuh sesak oleh murid, di mana mereka hanya bergaul dengan sesama kaum
muda. Usai sekolah, mereka pulang ke rumah yang sepi. Papa dan Mama bekerja.
Kerabat tinggal di tempat yang jauh. Maka, teman-teman sebayalah yang menjadi
pelarian mereka.* Apakah
Anda melihat bahayanya? Itu bukan soal terjerumus ke dalam pergaulan yang
salah. Para periset mendapati bahwa anak-anak muda teladan sekalipun
cenderung menyerah pada perilaku yang tidak bertanggung jawab jika mereka
terisolasi dari dunia orang dewasa.
Masyarakat yang tidak mengucilkan
kaum muda dari dunia orang dewasa adalah Israel kuno.* Misalnya,
Alkitab mengisahkan tentang Uzzia, yang menjadi raja Yehuda walau masih remaja.
Apa yang membantu Uzzia menangani tanggung jawab seberat itu? Sedikit banyak,
itu berkat pengaruh seorang pria dewasa bernama Zakharia, yang Alkitab lukiskan
sebagai orang ”yang mengajarkan takut akan Allah yang benar”.—2 Tawarikh
26:5.
Apakah anak remaja Anda mendapatkan
bimbingan dari orang dewasa lain yang punya prinsip yang sama dengan Anda?
Jangan iri dengan persahabatan yang terjalin di antara mereka. Bimbingan
demikian dapat membantu anak remaja Anda untuk melakukan apa yang benar. Amsal
Alkitab menyatakan, ”Ia yang berjalan dengan orang-orang berhikmat akan menjadi
berhikmat.”—Amsal
13:20.
3 RASA TANGGUNG JAWAB
Di beberapa negeri, undang-undang
melarang anak muda dipekerjakan lebih dari jumlah jam tertentu setiap minggu
atau melakukan jenis pekerjaan tertentu. Pembatasan itu, yang diberlakukan
akibat revolusi industri pada abad ke-18 dan ke-19, melindungi anak-anak dari
kondisi kerja yang membahayakan.
Meskipun hukum ketenagakerjaan anak
melindungi kaum muda dari bahaya dan eksploitasi, ada pakar yang menyatakan
bahwa berbagai pembatasan ini malah mengelakkan mereka dari tanggung jawab.
Akibatnya, kata buku Escaping the Endless Adolescence, banyak remaja
telah mengembangkan ”sikap suka
menuntut, merasa berhak mendapatkan segala sesuatu tanpa harus
bekerja keras”. Para pengarangnya memerhatikan bahwa sikap ini ”tampaknya
merupakan reaksi alami akibat hidup di dunia yang terlalu memanjakan anak muda
dengan hiburan alih-alih mengharapkan sesuatu dari mereka”.
Kontrasnya, Alkitab mengisahkan
tentang anak-anak muda yang memikul tanggung jawab yang berat pada usia belia.
Perhatikan Timotius, yang kemungkinan besar masih remaja tatkala ia bertemu
dengan rasul Paulus, pria yang sangat berpengaruh atasnya. Pada suatu
kesempatan, Paulus memberi tahu Timotius untuk ’mengobarkan karunia Allah yang
ada padanya’. (2 Timotius
1:6, Terjemahan Baru) Barangkali di akhir masa remaja atau awal usia
20-an, Timotius meninggalkan rumah dan melakukan perjalanan dengan rasul Paulus
untuk meneguhkan sidang-sidang jemaat dan membina persaudaraan. Setelah
kira-kira sepuluh tahun bekerja dengan Timotius, Paulus pun dapat memberi tahu
orang Kristen di Filipi, ”Tidak ada orang lain padaku yang memiliki watak
seperti dia yang dengan tulus akan memperhatikan hal-hal mengenai kamu.”—Filipi 2:20.
Sering kali, remaja sangat ingin
memikul tanggung jawab, khususnya sewaktu mereka merasa bahwa hal itu
menyangkut pekerjaan yang sangat bermakna. Hal ini tidak hanya melatih mereka
menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab di masa depan, tetapi juga
mengeluarkan potensi terbaik mereka sekarang.
Beradaptasi dengan ”Suasana” Baru
Sebagaimana disebutkan di awal
artikel ini, jika Anda orang tua dari seorang anak remaja, Anda mungkin
merasakan ”suasana” yang berbeda dari yang Anda rasakan beberapa tahun yang
lalu. Yakinlah Anda bisa beradaptasi, sama seperti saat Anda melewati
tahap-tahap pertumbuhannya yang lain.
Pandanglah tahun-tahun masa remaja
anak Anda sebagai kesempatan untuk (1) membantunya memupuk daya pemahaman,
(2) menyediakan bimbingan orang dewasa, dan (3) menanamkan rasa
tanggung jawab. Dengan demikian, Anda sedang menyiapkan anak remaja Anda menuju
kedewasaan.
Sebuah karya referensi dengan tepat
menyebut masa remaja sebagai ”masa pamitan yang panjang”. Untuk keterangan
lebih lanjut, lihat Menara
Pengawal 1 Mei 2009, halaman 10-12, yang diterbitkan oleh
Saksi-Saksi Yehuwa.
Hiburan yang dirancang bagi remaja
menarik keuntungan dari kecenderungan mereka untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya, melestarikan gagasan bahwa anak muda memiliki kultur mereka sendiri
yang tidak bisa dimengerti atau disusupi orang dewasa.
Istilah ”anak remaja” tidak
terdapat dalam Alkitab. Jelaslah, kaum muda di kalangan umat Allah pada era pra-Kristen
dan era Kristen melebur dalam kehidupan orang dewasa pada usia yang lebih belia
dibanding di banyak kebudayaan dewasa ini.
ConversionConversion EmoticonEmoticon