MAKALAH
SHOLAT JENAZAH
DISUSUN OLEH :
M. DERI ANDREAN TIGO
JHASEL JAFRIN
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN
OLAHRAGA
SMP NEGERI 4 KEPAHIANG
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga Makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam melaksanakan shalat jenazah. Harapan saya semoga Makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi Makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang Bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah
ini.
Kepahiang, ............................
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai
makhluk yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban
tetapi tidak mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat
adalah suatu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan
syarat-syarat tertentu pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti
yang digunakan oleh bahasa di atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik
yang berupa permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
Salah
satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat
adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat
jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan
bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek
praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam
masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema
yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan
bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan baik dan benar.
Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah itu
sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang
dimaksud salat jenazah?
2. Apa
saja syarat salat jenazah?
3. Apa
saja rukun salat jenazah?
4. Bagaimana
kaifiat salat jenazah?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan
apakah yang dimaksud dengan salat jenazah
2. Menjelaskan apa
saja yang menjadi syarat salat jenazah
3. Menjelaskan apa
saja yang menjadi rukun salat jenazah
4. Mengetahui kaifiat
salat jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Salat Jenazah dan Hukumnya
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak
ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan
jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
B. Dasar Hukum
Salat Jenazah
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan
baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati
jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan
hadis Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرضي الله عنه اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ: صَلُّوْاعَلَى مَنْ قَالَ لَااِلهَ اِلَّااللهُ
وَصَلُّوْاوَرَاءَمَنْ قَالَ لَااِلهَ اِلَّااللهُ.(رواه الطبران)
Artinya:
“Dari Ibnu Umar
r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan
kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan
kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)
Juga hadis Nabi
SAW :
عَنْ اَبِ هُرَيْرَتَ رضي الله عنه قَالَ: اَنَّ
لنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ كَانَ يُؤْتى باِ لرَّجُلِ
الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدِّيْنُ فَيَسْاَلُ هَلْ تَرَكَ لِدِيْنِهِ فَضْلاً؟
فَاِنْ حُدِّثَ اَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى وَاِلَّاقَالَ لِلْمُسْلِمِيْنَ
صَلُّوْاعَلَى صَاحِبُكُمْ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya :
“Dari Abu
Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan
berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi menanyakan apakah
ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar hutangnya. Jika dikatakan orang
bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau akan menyalati
jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan kepada kaum muslimin,
“Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya
saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus
dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi
SAW. yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung.
Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak
tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah
biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak
perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu
manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan.
Firman Allah
SWT. juga menegaskan sebagai berikut :
وَلَايُصَلِّ عَلَ اَحَدٍمِنْحُمْ مَاتَ
اَبَدًاوَلَاتَكُمْ عَلَ قَبْرِهِ...(التوبة:84)
Artinya :
“Dan janganlah
engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara mereka yang mati
(dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan engkau berdiri
dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan melawan
orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan dan
tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran
darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya al Um bahwa
telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara mutawatir bahwa Nabi
SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing
terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika
jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia
berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka dijadikan dua shaf
yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau dibentuk tiga shaf
hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu orang.”
Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.
C. Syarat Salat
Jenazah
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam
ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada
salat-salat fardu lainnya, seperti :
1. Beragama Islam
2. Sudah baligh
dan berakal
3. Suci dari hadis
atau najis
4. Suci seluruh
anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat,
laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap
kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena
salat jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada
waktu-waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
D. Rukun Salat
Jenazah
1. Niat
melaksanakan salat jenazah
اُصَلّىِ عَلى هذَااْلمَيِّتِ(هذِهِ
اْلمَيِّتَتِ)اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِمَأْمُوْمًالِلّهِ
تَعَالَى
Artinya :
“Saya niat salat
atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu Akbar.”
2. Berdiri bagi
yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah menyalatkan
jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam kitab al
Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan,
karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga
berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya.
Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri
sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir
empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.
عَنْ جَابِرْ اَنَّ انَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى انَّجَاشِيِّ فَكَبَّرَاَرْبَعًا
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya :
“Dari jabir r.a
bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau membaca takbir
empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi
berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama dari para sahabat
Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu
sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul
Mubarak, dan Ishak.
4. Membaca surat
al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5. Membaca salawat
atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca surat al
Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik).
Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat
Nabi, berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri kecuali
bagi imam, maka baginya sunat jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan
kepada makmum. Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma
shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah
mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍوَعَلَى اَلِ
مُحَمَّدٍكَمَاصَلَيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍوَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍكَمَابَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَّ حَمِيْدُمَّجِيْدٌ
Artinya :
“Ya Allah
limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana
telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah berkah kepadA Muhammad
serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di
antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi
Mahamulia.”
6. Mendoakan
jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذَاصَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَاَخْلِصُوْالَهُ
الدُّعَاءَ (رواه ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه)
Artinya :
Rasulullah SAW.
bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya dengan tulus
ikhlas.” (HR. Abu
Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap
sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama adalah membaca
doa berikut :
اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ
عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاَغْسِلْهُ بِمَاءٍوَثَلْجٍ
وَبَرَدٍوَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَا يَاكَمَايُنَقَّ الثَّوْبُاالْاَبْيَضُ مِنَ
الدَّنَسِ وَاَبْدِلْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَاَهْلًاخَيْرًامِنْ اَهْلِهِ
وَزَوْجًاخَيْرًامِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَالْقَبْرِوَعَذَابَاالنَّارِ (رواه
مسلم)
Artinya :
“Ya Allah
ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia, lapangkanlah
tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air embun. Sucikanlah
dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan
gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga
serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana
kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
7. Membaca doa
setelah takbir keempat
Disunatkan
membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam hadis nabi
SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
أَنَّهُ مَاتَتْ لَهُ اِبْنَةٌ
فَكَبَّرَعَلَيْهَااَرْبَعًاثُمَّ قَامَ بَعْدَالرَّابِعَةِ قَدْرَمَابَيْنَ
التَّكْبِيْرَتَيْنِ يَدْعُوْثُمَّ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَازَةِ هَاكَذَا
Artinya :
“Ketika
putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan membaca empat
kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selama kira-kira
antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu
melakukan seperti ini terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i
berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai berikut :
اَللّهُمَّ لَاتَحْرِمْنَااَجْرَهُ وَلَا
تَفْتِنَّابَعْدَهُ وَاغْفِرْلَنَاوَلَهُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Artinya :
“Ya Allah
janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah Engkau
menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami dan
kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu
Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah takbir keempat
itu, dan sebagai berikut :
رَبَّنَااتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةًوَفِى الْاخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَدَابَالنَّارِ
Artinya :
“Ya Allah Tuhan
kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan lindungilah kami
dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan
Salam
Salam pada
salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib, tetapi bukan
termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah satu macam
salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud
mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah seperti salam waktu salat
biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca
satu kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan,
boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan para sahabat.
Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada yang membantah pada waktu
itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan salam dua kali adalah sunah,
yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang
kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang kedua
termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).
E. Kaifiat Salat Jenazah
Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah
berdiri lurus di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul
ihram. Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca
surat al Fatihah diikuti dengan takbir lagi
dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir yang
ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi
kemudian salam.
1. Apabila jenazah
ada di depan tempat Salat
Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala
jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari
satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan
ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah
perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang
lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2. Apabila jenazah
ada di tempat yang jauh
Seseorang boleh
menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat gaib.
Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat
salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib
itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja Najasyi
yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan
Ijma yang tak di ingkari.
3. Apabila jenazah
telah dikubur
Menyalatkan
jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Salat jenazah
merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat muslim jika ada
muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah
fardhu kifayah.
2. Jenazah seorang
muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus
disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu
hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW
: Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang
yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.”
3. Salat jenazah
mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak dipenuhi,
maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka
syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya.
Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari
hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat,
laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4. Rukun salat
jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat kali,
membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW, Mendoakan
jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan salam.
5. Kaifiat salat
jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah jenazah orang
yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala jenazah
sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang
jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas
kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur
B. Saran-saran
1. Dengan adanya
pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah berharap kepada
kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyanbut kematian itu.
2. Pemakalah juga
berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan pembelajaran bagi guru
pendidikan Islam untuk mendidik dan memberitahukan pada siswa sejak dini
bagaimana cara menyalati jenazah dengan baik.
3. Dan juga kepada
seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah hendaknya benar-benar
memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia diterima di sisi Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet
dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa
Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Samuri, M.
1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari
Lampiran :
-
Video Tutorial Sholat Jenazah
ConversionConversion EmoticonEmoticon