TUGAS
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PEMILIHAN
UMUM 1955
DI SUSUN OLEH :
HELSI PRAMESTI
DEVANI
YOPAN
FRISKO
SMP NEGERI 4 KEPAHIANG
TAHUN AJARAN 2016 - 2017
Pemilihan Umum 1955
Pemilu
merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna mengikutsertakan
rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di tahun-tahun
pertama kemerdekaan sekalipun ide tentang itu sudah muncul.
Selama masa
Presiden Soekarno (1945-1965), yang melewati beberapa era seperti Revolusi
fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin, hanya sekali terjadi
Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini terjadi pada masa pemerintahan Perdana
Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955-2Maret 1956). Akan
tetapai peraturan yang dijadikan landasan dalam pemilihan umum 1955 adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun pada masa pemerintahan
Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli 1953).
Adapun latar
belakangnya diselengarakannya Pemilu 1955:
a) Revolusi
fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri
pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
b)
Pertikaian Internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup
menguras energi dan perhatian.
c) Belum
adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu ( UU pemilu baru
disahkan pada tanggal 4 april 1953 yang dirancang dan disahkan oleh kabinet
wilopo)
Selain itu
adanya dorongan oleh kesadaran untuk menciptakan demokrasi yang sejati,
masyarakat menuntut diadakan Pemilu. Pesiapan Pemilu dirintis oleh kabinet Ali
Sastroamijoyo I. Pada tanggal 31 Juli 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat
dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo dari PNI. Pada tanggal 16 April
1955, Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan
pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman dari Hadikusumo sebagai ketua
panitia pemilihan umum pusat mendorong partai untuk meningkatkan kampanyenya.
Mereka berkampanye sampai pelosok desa. Setiap desa dan kota dipenuhi oleh
tanda gambar peserta pemilu yang bersaing. Masing-masing partai beruasaha untuk
mendapatkan suara yang terbanyak. [2]
Tujuan
Pemilihan Umum 1955
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan untuk memilih
anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante (Lembaga yang diberi tugas dan
wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara). Adapun sistem
Pemilu yang digunakan dalam Pemilu 1955 adalah sistem perwakilan proporsional.
Dengan sistem ini, wilayah negara RI dibagi dalam 16 daerah pemilihan (dimana
Irian Barat dimasukkan sebagai daerah pemilihan ke-16, padahal Irian Barat
masih dikuasai oleh Belanda, sehingga Pemilu tidak dapat dilangsungkan didaerah
tersebut).
Dalam sistem
perwakilan proporsional setiap daerah pemilihan mendapat sejumlah kursi
berdasarkan jumlah penduduknya, dengan ketentuan setiap daerah berhak mendapat
jatah minimum enam kursi di Konstituante dan tiga di Parlemen. Di setiap daerah
pemilihan, kursi diberikan kepada partai-partai dan calon-calon anggota lainnya
sesuai dengan jumlah suara yang mereka peroleh, sisa suara bisa digabungkan,
baik antara berbagai partai di dalam suatu daerah pemilihan (kalau
partai-partai bersangkutan sebelumnya telah menyatakan sepakat untuk
menggabungkan sisa suara), maupun digabungkan untuk satu partai ditingkat
nasional.
Adapun
Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante
berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas
yang diangkat pemerintah.
Selain
pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD yang
dilaksanakan secara terpisah antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian
Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan
DPRD, pemilu menjadi fokus. Konstituen pemilih bisa dengan cermat menyimak
materi kampanye dan lebih bisa menilai kualitas calon yang diusung oleh partai
peserta pemilu. Artinya konstituen pemilih memiliki pertimbangan yang lebih
rasional sebelum memilih, tidak sekedar memilih hanya karena kedekatan
emosional. Pemilu diselenggarakan secara sederhana karenanya tidak menyerap
biaya negara terlalu besar. [5]
Pelaksanaan
Pemilihan Umum 1955
Pendaftaran
pemilih dalam Pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan baru
selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk
bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan
hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia
menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk
dengan kuota 1; 300.000. Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa,
dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama
ini.
Keseluruhan
peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini,
anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang
berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi
16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan
43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang
wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat
itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke
dalam beberapa fraksi.
Sesuai
tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
a) Tahap
pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
b) Tahap
kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Selain
pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD
dilaksanakan dalam dua tahap, Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat,
dan Juli 1957 untuk pemilu Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu
penyelenggaraan pemilu DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.
Meskipun
Kabinet Ali Jatuh, pemilu terlaksana sesuai dengan rencana semasa kabinet
Burhanudin Harahap. Pemilu yang pertama dilaksanakan pada tahun 1955. Sekitar
39 Juta rakyat Indonesia datang ke bilik suara untuk memberikan suaranya.
Pemilu saat itu berjalan dengan tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan
tekanan dari pihak manapun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai
bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di
Indonesia sampai sekarang.
Menurut
George McTurnan Kahin, Pemilu tahun 1955 tersebut begitu penting sebab dengan
itu kekuatan partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang
dihasilkan lebih bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen
selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa
kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga memiliki
harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun;
wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi;
nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai
persoalan. Karena belum ada lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan,
pengorganisasianpemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan
wakil-wakil partai politik. Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan,
mulai dari pusat sampai ke tingkat desa. Partai-partai berjuang untuk merebut
simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara kampanye
simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa
ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk
menentukan pilihannya.
Penyelenggaraan
Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729. Angka itu dikeluarkan untuk
membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan
honorarium panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu
sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya
adalah kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah
beban biaya.
Hasil Pemilihan
Umum 1955
Hasil Pemilu
Tahap I (29 september 1955)
Pada tanggal
29 September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suararanya
dikotak-kotak suara. Hasil pemilihan Umum I yang diikuti 172 kontestan Pemilu
1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya perseorangan) yang berhasil
memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi:
Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul
Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). [7] Berikut
merupakan tabel hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955 :
Keseluruhan
kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada
wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat
juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan
demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.
Hasil Pemilu
Tahap II
Jumlah kursi
anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki
jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil
pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI
meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua,
perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam
pemilihan anggota DPR.
Kelebihan
dan Kelemahan dari Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Kelebihan
Pelaksanaan Pemilu 1955
Pemilu 1955
sekalipun merupakan yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia ternyata
mempunyai beberapa catatan positif, antara lain :
a) Tingkat
partisipasi rakyat sangat besar ( + 90 % dari semua warga punya hak pilih).
Lebih dari 39 juta orang memberikan suara, mewakili 91,5 persen dari para
pemilih terdaftar.
b)
Prosentase suara yang sah cukup signifikan ( + 80 % dari suara yang masuk)
padahal + 70 % penduduk Indonesia masih buta huruf.
c)
Pelaksanaannya berjalan secara aman, tertib dan disiplin serta jauh dari unsur
kecurangan dan kekerasan.
Kelemahan
Pelaksanaan Pemilu 1955
a) Krisis
ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Pemilu 1955
bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat dari kegagalan Dewan Konstituante
dalam menghasilkan konstitusi baru.
b) Tidak ada
parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak.
Tidak ada
parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang
semula dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas
pemerintahan dan mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS
1950 tidak berhasil. Selain itu, tidak adanya pemenang mayoritas juga
menimbulkan masalah lain, dimana kekuasaan terbagi-bagi ke dalam berbagai
aliran politik yang akhirnya mengakibatkan sistem pemerintahan saat itu menjadi
tidak stabil.
c)
Kekecewaan diantara Partai Politik
Jumlah
partai lebih bertambah banyak dari pada berkurang, dengan dua puluh delapan
partai mendapat kursi, padahal sebelumnya hanya dua puluh partai yang mendapat
kursi. Beberapa pemimpin Masyumimerasa bahwa kemajuan Islam menuju kekuasaan
nasional kini terhalang dan bahwa perhatian mereka seharusnya dialihkan untuk
mengintensifkan Islam ditingkat rakyat jelata.
[1]Suwarno,Sejarah
Politik Indonesia Modern(Yogyakarta:Ombak, 2012), hlm 97
[2]Syafiie,
Inu Kencana, Azhari, SSTP,Sistem Politik Indonesia. (Refika Aditama : Bandung)
hlm:73
[3]Suwarno,Sejarah
Politik Indonesia Modern(Yogyakarta:Ombak, 2012), hlm 98
[4]Feith,
Herbert,Pemilihan Umum 1955 di Jakarta(Jakarta:Gramedia,1999) hlm:6
[5]Muslim,
Dudung Abdul,2004,Pemilu Dari Masa Ke Masa (1)(): Meneladani Para Elite di
Tahun 1955 (Online). http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada 29-9-2014
[6]Siregar,
Insan Fahmi,Partai Masyumi dalam Dinamika Demokrasi di
Indonesia(Semarang:Widyakarya, 2012), hal 25
[7]Marwati
Djoened Poesponegoro,Sejarah Nasional Indonesia VI(Jakarta:Balai Pustaka,
2010), hlm 317
[8]Feith,
Herbert,Pemilihan Umum 1955 di Jakarta(Jakarta:Gramedia,1999) hlm: 84-86
[9]Feith,
Herbert,Pemilihan Umum 1955 di Jakarta(Jakarta:Gramedia,1999) hlm: 86-87
[10]Ricklefs,
Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1998),
ConversionConversion EmoticonEmoticon