Makalah Sejarah Uang dan Perkembangannya



MAKALAH
SEJARAH UANG DAN PERKEMBANGANNYA




DI SUSUN OLEH :
INDAH APRILIA
KELAS : X IPS 5


DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 1 KEPAHIANG
TAHUN AJARAN
2018/2019







Kata pengantar


Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “SEJARAH UANG DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA” yang disusun dalam rangka melengkapi tugas mata pelajaran DASAR – DASAR PERBANKAN.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana asal mula adanya uang, jenis – jenis uang dan lain hingga menjadi uang yang kita kenal sekarang. Kami juga menyadari sepenuhnyha bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kami berharap adanya kritik saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang membangun
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.




BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Uang adalah benda yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan kita sehari – hari sebagai manusia, bahkan tidak jarang uang dianggap sebagai hal terpenting untuk menjalani kehidupan ekonomi oleh masyarakat di seluruh dunia.
Tapi tahukah kita semua bahwa uang yang kita kenal sekarang ternyata memiliki perjalanan yang panjang hingga menjadi suatu benda yang ringkas dan mudah untuk kita bawa kemanapun kita pergi. Dimulai dari masyarakat zaman terdahulu yang menyadari bahwa diri sendiri tidak dapat memenuhi  segala keperluan hidup, hingga akhirnya mereka saling menukar barang yang mereka perlukan untuk memenuhi kebutuhannya masing – masing (barter) dan terus berlanjut hingga tercetusnya uang kertas seperti yang kita kenal seperti sekarang ini. Karena itulah kami sebagai sesama orang yang merasa perlu akan adanya uang dalam keseharian mengangkat tema “SEJARAH UANG” sebagai bahan acuan dalam pembuatan makalah kami.


B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana awal mula adanya uang dan sejarah uang di Indonesia
b. Apa pengertian, fungsi, jenis, dan kriteria uang


C. Tujuan Penulisan
a. Agar pembaca dan kami sendiri mengetahui sejarah dan awal mula terbentuknya uang.
b. Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru pengajar.
c. Untuk menambah wawasan.





BAB 2
PEMBAHASAN
A. Sejarah Adanya Uang
Uang yang kita kenal sekarang ini mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperoleh itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya menghadapkan manusia kepada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya timbul “barter”, yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini, di antaranya adalah Kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya; dan Kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Kesulitan dalam sistem barter mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted). Benda - benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari. Misalnya, garam oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar, maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan, sehingga sulit menentukan nilai uang; penyimpanan (storage) dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan; serta timbulnya kesulitan akibat kurangnya daya tahan bendabenda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money), artinya nilai intrinsik (nilai bahan uang) sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang menempa uang, melebur, menjual, dan memakainya dan setiap orang mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah, sedangkan jumlah logam mulia (emas dan perak) terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar (sulit dalam pengangkutan dan penyimpanan) sehingga lahirlah uang kertas. Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.

B. Sejarah Perkembangan Uang Di Indonesia
Berbicara tentang perkembangan mata uang yang dulu pernah berlaku di wilayah Nusantara, maka ditinjau dari kepemilikan mata uang tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok :
a) Mata uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah tertentu di wilayah Indonesia.
b) Mata uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun pemerintahan asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah Nusantara, untuk dipakai sebagai alat tukar yang sah di wilayah Indonesia. Termasuk juga mata uang yang dicetak di Jawa oleh orang-orang asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.
Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode :


1. Zaman Kerajaan Hindu Buddha (850–1300 Masehi)
a. Kerajaan Mataram Syailendra
Mata uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal.
Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar (Masa) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola “Bunga Cendana”.
Pada zaman Dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi), orang-orang Cina mulai berdatangan ke tanah Jawa untuk melakukan perdagangan. Mereka membawa dan memperkenalkan mata uangnya yang disebut Cash atau Caixa, Cassie, Pitje, atau orang Jawa menyebutnya Kepeng atau Gobok, dengan ciri khas terdapat lubang persegi di tengah. Koin-koin Cina ini lambat laun dapat diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Pada kira-kira tahun 928 Masehi, Gunung Merapi meletus dahsyat, yang mengakibatkan rusaknya hampir seluruh sendi-sendi perekonomian kerajaan. Karena alasan itu, di samping semakin majunya daerah Jawa Timur, maka pada 929 diputuskan untuk memindahkan ibukota kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.


a. Kerajaan Daha/Jenggala dan Majapahit
Pada zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung, dengan diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu besar, sehingga saking banyaknya jumlah yang beredar, akhirnya dipakai secara “resmi” sebagai alat pembayaran, menggantikan secara total fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
Adapun alasan-alasan dari penggantian fungsi ini adalah : ukuran koin emas dan perak lokal terlalu kecil, sehingga mudah jatuh atau hilang. Sedangkan uang kepeng Cina mempunyai lubang di tengah, direnteng dengan tali sebanyak 200 keping, sehingga praktis dibawa ke mana-mana dan tidak mudah hilang.
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan bentuk adalah produk dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan Majapahit (1293-1528) pada waktu itu merupakan kerajaan besar di Asia Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang Majapahit. Padahal sejak akhir abad ke-13, mata uang “resmi” yang dipakai sebagai alat pembayaran adalah koin-koin kepeng Chien.
Namun pada zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”, dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam bukunya The History of Java. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-koin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di Jepang sehingga disebut sebagai koin-koin kuil.


2. Zaman Kerajaaan-Kerajaan Islam
a. Kerajaan-Kerajaan Di Jawa (Banten, Cirebon, Sumenep)
Mata-uang dari KESULTANAN BANTEN pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi. Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khasnya 6 segi pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa: “Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten”. Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah, seperti yang ditemukan pada akhir-akhir ini.
Mata-uang dari KESULTANAN CIREBON dibuat sekitar 1710/1760, saat berkuasa Sultan Sepuh. Koin dengan bahan dari timah dengan lubang di tengah itu, pada bagian muka tertulis inskripsi : “Cheribon”.
Berbeda dengan koin-koin Banten dan Cirebon, KESULTANAN SUMENEP di Pulau Madura tidak mencetak mata uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (di luar Sumenep), dengan diberi “Countermarked” (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah koin-koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar), (Real Batu/Cob), dll. Sedangkan cetak tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti “Bintang Madura”, dengan tulisan Arab “Sumenep”, atau “cap dengan lima kelopak daun”.


b. Kerajaan-Kerajaan di Sumatera (Samudra Pasai, Aceh, Palembang, Jambi)
Mata uang emas dari KERAJAAN PASAI untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”.
Setelah Pasai berhasil ditaklukkan oleh KERAJAAN ACEH pada 1524, sultan-sultan Aceh tetap mengikuti tradisi dari kerajaan Pasai dalam pembuatan mata uangnya. Namun uang Dirham Aceh berdiameter lebih besar, antara 12–14 mm. Pada bagian belakangnya terdapat tulisan Arab “as-Sultan al-adil”, yang artinya Sultan yang adil. Aceh juga membuat mata uang dari timah/timbal, yang disebut “Keueh”, dengan nilai satu Mas sama dengan 400 Keueh.
Kerajaan Aceh pernah memiliki empat Ratu yang memerintah secara berturut selama 60 tahun, dari 1641-1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiat ad-Din, anak dari Sultan Iskandar Thani yang meninggal pada 1641. Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak perempuannya yang berkuasa sampai dengan 1675. Sultanah Nur al-Alam Naqiat ad-Din Syah Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada 1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat Syah Zakiat ad-Din Syah yang memerintah pada 1678-1688. Terakhir adalah Sultanah Kamalat Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh pada 1688-1699. Masing-masing ratu tersebut juga mencetak mata uangnya.
Mata uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai lubang di tengah, yang disebut dengan pitis “Picis Tebok” (Tebok dalam dialek Palembang berarti “Lubang”). Ada juga yang tidak mempunyai lubang yang disebut dengan “Picis Buntu”. KERAJAAN JAMBI di Sumatera juga membuat mata uang picis dari timah. Salah satu koinnya ada yang berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan “Sultan Anom Sri Ingalaga”. Ia mulai memerintah pada 21 Februari 1743.


c. Kerajaan-Kerajaan di Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, dan Maluka)
KESULTANAN PONTIANAK mulai didirikan pada 1770, oleh seorang pedagang keturunan Arab bernama Abdul Rahman Alkadrie. Periode pencetakan koin-koin dari kesultanan di Kalimantan Barat ini berkisar tahun 1790-1817.
Koin-koin dari KESULTANAN BANJARMASIN pada umumnya merupakan imitasi dari koin-koin Duit VOC, yang dicetak sewaktu bertakhtanya Sultan Tamjid Illah III (1785-1808). Koin-koinnya mempunyai lambang VOC dan bertahun AH 1221.
Sebenarnya di Kalimantan masih ada satu kerajaan lagi yang jarang diketahui umum, yaitu KERAJAAN MALUKA. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang Raja Putih yang bernama Alexander Hare, seorang petualang bangsa Inggris. Hare mencetak mata uangnya sendiri sebagai mata uang yang sah untuk peredaran di wilayah Maluka, dan juga mendatangkan banyak tenaga kerja dari Jawa yang bekerja sebagai kuli-kuli di pertambangan batu bara. Namun masa pemerintahan Hare di Banjarmasin terhitung tidak terlalu lama, yakni dua tahun saja. Setelah kejatuhan VOC pada tahun 1799, Belanda mulai “mengambil alih” daerah-daerah kekuasaan VOC di Indonesia. Dan pada tahun 1816, pemerintahan Hindia Belanda berhasil menghancurkan koloni Maluka, serta mengusir Hare dari wilayah kekuasaannya.


d. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi (Gowa & Buton)
Mata uang dari KERAJAAN GOWA di Sulawesi Selatan disebut dengan “Dinara”, yang terbuat dari emas. Sultan Alauddin Awwalul Islam yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1593-1639, adalah sultan Gowa pertama yang beralih ke agama Islam. Sultan Hasanuddin, yang memerintah pada tahun 1653-1669, dengan gelarnya “I Mallombasi Muhammad Bakir Dg Mattawang Krg. Bontomangape”.
KERAJAAN BUTON di Sulawesi Tenggara, mempunyai bentuk mata uang unik yang terbuat dari kain. Mata uang ini dinamakan “Kampua”. Menurut legendanya, Kampua diciptakan pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua, Bulawambona, yang memerintah sekitar abad XIV. Proses pembuatan dan peredaran Kampua, mandat sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Besar atau yang disebut ‘Bonto Ogena’. Dialah yang akan melakukan pengawasan serta pencatatan atas setiap lembar kain Kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong. Pengawasan oleh ‘Bonto Ogena’ juga diperlukan agar tidak timbul pemalsuan-pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak Kampua akan selalu diubah-ubah.
Adapun standar pemotongan kain Kampua adalah dengan mengukur panjang dan lebar Kampua, dengan cara: ukuran empat jari untuk lebarnya, dan sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan tangan yang dipakai sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau ‘Bonto Ogena’ itu sendiri.
Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar untuk satu ‘bida’ (lembar) Kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam. Setelah Belanda mulai memasuki wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai digantikan dengan uang-uang buatan “Kompeni”.


3. Zaman Perdagangan Internasional
a. Perdagangan Dengan Cina (850-1900)
Pada awalnya, pedagang-pedagang Cina mulai banyak masuk ke tanah Jawa kira-kira pada zaman dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi). Mereka dengan jung-jungnya (kapal Cina), mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur, seperti Tuban, Gresik dan Surabaya. Dalam melakukan perdagangannya, orang-orang Cina memperkenalkan dan menggunakan koin-koin tembaga yang disebut dengan “Chien” atau “Cash”, yang akhirnya diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Ma Huan, seorang Islam sebagai juru tulis Laksamana Cheng Ho, mencatat keadaan pada tahun 1405. Dalam bukunya “Ying Yai Sheng Lan” yang terbit tahun 1416, dikatakan bahwa :“Koin-koin Cina dari berbagai dinasti umum digunakan disini”….. “Dalam melakukan transaksi, pembayarannya memakai koin-koin cash tembaga Cina dari berbagai dinasti”…. “Orang-orang di sini (Jawa Timur) sangat senang dengan porselin-porselin Cina dengan motif hijau bunga, kain sutera, manik-manik dll. Mereka membelinya dengan uang-uang cash”….
 Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada zaman Dinasti Ming di Cina (1368-1644), terjadi keguncangan moneter akibat langkanya uang kecil. Akhirnya pemerintah Ming melakukan larangan ekspor uang Ch’ien ke luar negeri, termasuk ke Jawa. Sebagai gantinya VOC mengimpor koin-koin kepeng dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea dan Vietnam. Tahun 1723 Jepang akhirnya menghentikan ekspor uang cash. Dan sebagai penggantinya, mulailah beredar koin – koin picis dari timah atau timbal (lead)


b. Perdagangan dengan VOC (1602-1799
Tahun 1595 untuk pertama kalinya kapal-kapal Belanda menginjak daratan Indonesia. Ekspedisi ini dikepalai oleh dua bersaudara, Cornelis dan Frederick de Houtman, dan mendarat di pelabuhan Banten. Mereka membawa koin-koin perak untuk dipakai membeli rempah-rempah, baik yang dinamakan Real Batu ataupun Real Bundar. Namun mereka kecewa karena uang yang dipakai di Banten adalah picis-picis dari timbal.
Dari ekspedisi awal ini akhirnya dua perusahaan Belanda, yaitu United Amsterdam Company (1594-1602) dan United Zeeland Company (1597-1602), ikut meramaikan pencarian rempah-rempah ke wilayah Nusantara. Mereka juga mencetak mata uangnya sendiri guna dipakai sebagai alat pembayaran, dengan tahun 1601/1602. Perlombaan mencari rempah-rempah ini akhirnya menimbulkan persaingan usaha, yang pada akhirnya malah merugikan bisnis mereka sendiri. Pada bulan Maret 1602, kedua perusahaan tersebut dilebur, dan didirikan sebuah perusahaan dagang baru yang dinamakan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Karena seringnya terjadi kekosongan mata uang kecil, maka tahun 1726 VOC meminta kepada induknya di Belanda untuk dibuatkan koin-koin bernilai kecil, yang disebut Dute, Doit atau Duit.
Pada tahun 1743, VOC melakukan perjanjian dengan kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah pemberian hak kepada VOC untuk mencetak mata uangnya sendiri. Uang yang dicetak ini dikenal dengan nama “Derham Djawi” atau “Java Ducat” atau “Gold Rupee” (untuk koin emas), dan “Silver Java Rupee” (untuk koin peraknya).
Koin yang pertama kali dibuat VOC di percetakan uang di Batavia adalah Dirham Jawi dengan tahun 1744. Pada bagian muka terdapat tulisan dalam bahasa Arab: “Ila djazirat Djawa al-kabir”, sedangkan di bagian belakangnya : “Derham min Kompani Welandawi”. Yang artinya : “Uang milik perusahaan Belanda untuk Pulau Jawa Besar”.
Pada tahun 1799 VOC akhirnya dinyatakan bangkrut. Semua harta dan kekuasaannya diambil alih oleh pemerintahan Belanda, dan dimulailah babak baru masa penjajahan Belanda yang sesungguhnya.


c. Emergency Coins Atau Mata-Uang Darurat
Mata uang darurat dibuat bila tidak tersedianya uang pecahan kecil dalam jumlah yang mencukupi. Hal ini terjadi jika tidak adanya kiriman koin-koin Duit dari Belanda, atau belum datangnya jung-jung Cina yang biasa menyuplai koin-koin picis.
Salah satu bentuk uang darurat adalah yang dinamakan “Bonk”, yang dibuat dengan cara memotong batangan-batangan tembaga Jepang. Potongan tembaga itu dicap pada kedua sisinya dengan berat yang standar, dan dicetak dalam beberapa pecahan, seperti ½, 1 atau 2 Stuiver. Dan pada tahun 1796 dan 1797 dicetak juga doit-doit darurat yang terbuat dari timah, dan beredar bersamaan dengan Bonk.


4. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda, Perancis, Inggris (1800-1942)
a. Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942)
Setelah VOC dinyatakan bangkrut pada tahun 1799, maka pemerintahan Belanda mengambil oper seluruh harta dan kekuasaan VOC. Mulailah zaman pendudukan Belanda di Indonesia dalam arti yang sebenarnya, dimana Belanda mulai menginvasi daerah-daerah yang dulunya tidak terjangkau oleh VOC. Tahun 1825-1830 di Jawa (bagian Tengah dan Timur) timbul perang besar yang dikenal dengan nama “Perang Jawa” atau “Perang Diponegoro”.
Akibat perang yang berkepanjangan ini, kas Belanda menjadi kosong. Untuk memenuhi pundi-pundinya, maka van den Bosch memperkenalkan apa yang disebut dengan “Cultuur Stelsel” atau “Tanam Paksa”. Dalam periode ini, dicetak berjuta-juta keping mata uang dengan pecahan Satu dan Dua Sen.
Koin perak 2.5 Gulden baru dibuat pada tahun 1840 setelah dilakukan standarisasi pada mata uang pada pemerintahan Raja Willem I. Berbagai macam mata uang baik emas, perak, dan tembaga juga dibuat pada masa-masa pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau Wilhelmina.
Pada masa pemerintahan Raja Willem II (1840-1849), percetakan uang di Batavia dan di Surabaya ditutup untuk selama-lamanya. Batavia ditutup pada bulan Januari 1843, sedangkan Surabaya pada akhir tahun 1843. Dengan ditutupnya percetakan uang di Jawa, maka sejak saat itu semua mata uang dikirim langsung dari negeri Belanda.
Pada zaman Raja Willem III (1849-1890), pernah dicetak koin perak dengan nilai 1/20 Gulden (Kelip). Pada masa-masa inilah koin cash Cina mulai ditinggalkan pemakaiannya. Koin tembaga 2 ½ sen disebut sebagai uang “Gobang” atau “Benggol”, dan mempunyai fungsinya yang lain, yaitu sebagai alat “Kerokan”.
Pada waktu bertakhtanya Ratu Wilhelmina (1890-1948), timbul perang dunia kedua, dimana tahun 1940 Jerman menginvasi serta menduduki Belanda. Pada masa perang itu, koin-koin tahun 1941-45 dicetak di Amerika, dengan tambahan huruf kecil pada bagian belakang bawah. Huruf “D” adalah singkatan dari “Denver” (1943-1945); “P’ adalah “Philadelphia” (1941-1945); dan “S” untuk “San Francisco” (1944-1945). Pada tahun 1945, setelah kekalahan Jerman, Ratu kembali ke negerinya Belanda. Namun pada tanggal 17 Agustus 1945 negara jajahannya di bagian timur telah memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Republik Indonesia.


b.  Pendudukan Perancis (1806-1811)
Pada tahun 1806, Perancis menduduki Belanda, yang menyebabkan transfer kekuasaan atas seluruh wilayah yang diduduki Belanda. Karena pendudukan Perancis dilakukan di negeri Belanda, maka pengaruh secara langsung terhadap pendudukan Indonesia sangat kecil sekali. Seluruh kontrol pemerintahan di Indonesia tetap dipegang oleh orang-orang Belanda. Tahun 1806 Napoleon mengangkat saudaranya Louis sebagai raja di Belanda. Pada masa itu koin-koin Perancis 2 Stuivers (Sols) dan 1 Stuiver (12 Deniers) ditetapkan berlaku di wilayah Hindia Belanda.
Pada tahun 1808 H.W. Daendels datang untuk menempati posnya sebagai Gubernur Jendral yang baru di Hindia Belanda. Daendels memerintahkan agar koin-koin dicetak dengan nama raja L.N. (Louis Napoleon), baik dengan huruf Blok maupun dengan Hiasan (Ornate). Daendels membuka percetakan mata uang yang baru di Surabaya, yang mengakibatkan percetakan uang Batavia menjadi mandeg.
Adapun koin pertama yang dicetak di Surabaya adalah duit tembaga dengan tulisan “JAVA 1806” serta lambang VOC di baliknya. Walaupun tertera tahun 1806, namun koin itu sendiri baru dicetak pada bulan Februari 1807.
Pada tahun 1811 Inggris menginvasi Jawa, dan berhasil mengalahkan Belanda. Mulailah babak baru pendudukan Inggris terhadap Indonesia selama lima tahun ke depan.


c. Pendudukan Inggris (1811-1816)
Pada tanggal 4 Agustus 1811, kapal-kapal Inggris mendarat di teluk Batavia, yang akhirnya dapat merebut Jawa, sehingga Belanda harus menyerahkan koloninya kepada Inggris. Berbeda dengan pendudukan Perancis terhadap Belanda, pendudukan Inggris dilakukan secara langsung, dimana wilayah Nusantara berada dalam kekuasaan Inggris. Untuk pertama kalinya diangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal.
Satu seri koin menarik yang dicetak pada masa pendudukan Inggris adalah koin Java Rupee yang terbuat dari emas dan perak. Pada bagian depannya ditulis dalam bahasa Jawa kuno, “Kempni Hingglis, jasa hing Sura-pringga. Tahun Ajisaka AS 1741”. Sedangkan di baliknya tertulis dalam bahasa Arab Melayu : “Hinglish, sikkah kompani, sannah AH 1229 dhuriba, dar djazirat Djawa”
Semua koin pada masa pendudukan Inggris dicetak di Surabaya, kecuali koin-koin darurat Doit Java dari timah murni Bangka dengan tahun 1813 dan 1814, yang dicetak di Batavia. Setelah kekalahan Napoleon di Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris harus mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni itu sendiri baru dilaksanakan Inggris pada tanggal 16 Agustus 1816.


d. British East India Company di Sumater
Inggris mempunyai pusat perdagangannya di Bencoolen (Bengkulu), dengan membangun benteng dengan nama “FORT YORK”. Karena benteng dibakar oleh penduduk pada sekitar tahun 1700, maka tahun 1719 Inggris pindah ke benteng barunya yang bernama “FORT MARLBRO” (atau Fort Marlborough).
Pada tahun 1797 Inggris mencetak mata uangnya dengan nilai ½ Dollar, dengan tulisan FORT MARLBRO di sisi baliknya. Lalu pada bulan Maret 1818 ditunjuk Sir Stamford Raffles untuk menduduki posnya yang baru di Bengkulu. Berdasarkan perjanjian tanggal 17 Maret 1824, maka Inggris harus menyerahkan Bengkulu dan semua pendudukannya di pantai barat Sumatera kepada Belanda. Sedangkan Belanda menyerahkan Malaka ke tangan Inggris, dan membolehkan Inggris mendirikan koloni di Singapura.
Para pedagang Inggris di Singapura juga membuat mata uangnya sendiri untuk diedarkan di wilayah Sumatera dan Sulawesi, seperti Keping-keping Minangkabau, Aceh, Tanah Melayu, Uang Ayam, dan sebagainya.


e. Token-token perkebunan dan pertambangan
Pada zaman pemerintahan Belanda, banyak token yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan, tidak hanya di Jawa, Sumatera, Bangka, Kalimantan, bahkan juga di pulau Bacan Ternate. Yang disebut Token adalah mata uang yang biasanya dibuat oleh pihak swasta, dan hanya mempunyai area peredaran yang sangat terbatas. Token hanya berlaku pada area dimana token tersebut diedarkan; di luar area tersebut token sama sekali tidak mempunyai nilai.


5. Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung selama tiga setengah tahun. Jepang banyak mencetak mata uang kertas, dan hanya satu seri koin yang dicetak, yaitu pecahan 1, 5 dan 10 Sen. Semuanya dicetak dengan tahun Jepang 2603 dan 2604 (1943 dan 1944 Masehi), yang dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Militer Jepang No. 2 tertanggal 8 Maret 2602 (1942). Koin pecahan 1 dan 5 Sen terbuat dari Aluminium, sedangkan koin nominal 10 Sen terbuat dari timah. Pada koin-koin nominal 5 dan 10 Sen, di bagian muka terdapat gambar Wayang, sedangkan nominal 1 Sen terdapat gambar kepala wayang. Di bagian belakangnya terdapat tulisan Jepang, JAVA, Nominal (Sen), dan tahun Jepang 2603/04.


6. Zaman Pemerintahan Republik Indonesia (1945-....)
Pada tahun-tahun awal setelah proklamasi kemerdekaan, banyak dicetak uang kertas seri ORI (Oeang Repoeblik Indonesa), dan uang-uang darurat yang dicetak oleh daerah-daerah (URIDA), tanpa satupun dicetak koin-koin sebagai mata uang.
Koin Indonesia dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1951. Koin ini terbuat dari aluminium dengan pecahan 5 Sen, dengan lubang pada bagian tengahnya. Koin aluminium pecahan 10 Sen (tanpa lubang) dengan gambar Garuda dicetak pada tahun 1951 juga. Berikutnya pada tahun 1952 dicetak koin-koin dengan pecahan 1 Sen (yang mempunyai desain sama dengan pecahan 5 Sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga dicetak koin dengan pecahan 50 Sen dengan gambar Dipanegara.
Seri koin-koin dengan gambar Sukarno juga dicetak untuk peredaran khusus di Kepulauan Riau. Koin-koin dengan tahun 1962 (dicetak tahun 1963) ini terbuat dari aluminium, dan terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 Sen. Koin-koin ini ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 30 September 1964. Pada pinggiran semua koin seri Kepulauan Riau ini, tertera inskripsi “KEPULAUAN RIAU”.
Pada masa pembebasan IRIAN BARAT, juga dicetak koin-koin seri Sukarno yang dicetak khusus untuk peredaran di Irian Barat, dan semuanya bertahun 1962 (dicetak tahun 1964). Namun akhirnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Desember 1971.
Pada masa pemerintahan Suharto (1967-1998), banyak sekali koin-koin menarik yang dicetaknya, seperti koin-koin peringatan 25 tahun kemerdekaan, seri-seri binatang, koin-koin emas, dll.


C. Pengertian Uang
Uang diartikan sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat pembayaran dan alat tukar-menukar yang sah. Pengertian uang yang diberikan para ahli ekonomi:
a. Robertson dalam buku Money (1922): "Money is something which is widely accepted in payment for goods". Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang.
b. R. S. Sayers dalam buku Modern Banking (1938): "Money is something that is widely accepted for the settlement of debt". Uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayar ulang,
c. A.C. Pigou dalam buku The Veil of Money: "Money are those things that are widely used as a media for exchange”. Uang adalah segala sesuatu yang umum digunakan sebagai alat tukar.
d. Albert Gailort Hart dalam buku Money, Debt, and Economic Activity: "Money is properly which the owner can pay off the debt with certainly and without delay". Uang adalah kekayaan sehingga pemilik dapat membayar utangnya dalam jumlah dan waktu tertentu.
e. Rollin G. Thomas dalam buku Our Modern Banking and Monetary System: "Money is something that is readily and generally accepted by the public in payment for the sale of goods, services, and other valuable assets, and for the payment of debt". Uang adalah segala sesuatu yang siap sedia dan diterima umum dalam pembayaran pembelian barangbarang, jasa-jasa, dan untuk pembayaran utang. (Nopirin, 1992) Selanjutnya bertolak dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa uang adalah suatu benda dengan satuan hitung tertentu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam berbagai transaksi pada wilayah tertentu, serta keberadaan dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 


D. Kriteria Uang
Suatu benda dapat dijadikan sebagai "uang" jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat diterima secara umum, yaitu: 
a. Acceptability dan cognizability
Persyaratan utama dari sesuatu menjadi uang adalah diterima secara umum (acceptability) dan diketahuinya secara umum (cognizability). Diterimanya sesuatu secara umum serta penggunaannya sebagai alat tukar, penimbun kekayaan, dan lainnya tumbuh secara luas karena kegunaan dari uang untuk ditukarkan dengan barang maupun jasa.


b. Stability of value
Manfaat dari sesuatu yang menjadi uang memberikan adanya nilai uang. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menjaga agar nilai uang tetap stabil ataupun berfluktuasi secara kecil. Apabila tidak, uang tidak akan ditrerima secara umum karena masyarakat mencoba menyimpan kekayaannya dalma bentuk barang-barang yang nilainya stabil. Jika mata uang suatu negara berfluktuasi nilainya secara tajam, maka masyarakat negara tersebut akan mengurangi fungsi uang sebagai alat penukar dan satuan hitung. 
c. Elasticity of supply
Jumlah uang yang beredar harus mencukupi kebutuhan dunia usaha (perekonomian). Ketidakmampuan penyediaan uang untuk mengimbangi kegiatan usaha akan mengakibatkan perdagangan macet dan pertukaran dilakukan seperti pada perekeonomian barter (barang ditukar dengan barang yang lain secara langsung). Oleh karena itu, bank sentral sebagai pencipta uang tunggal harus mampu melihat perkembangan perekonomian yang selanjutnya harus mampu menyediakan uang yang cukup bagi perkembangan perekonomian tersebut. Sebaliknya, bank sentral harus bertindak dengan cepat seandainya dirasa uang yang beredar terlalu banyak dibandingkan dengan kegiatan peekonomian, dalam hal ini bank sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar. Kemampuan bank sentral dan lembaga-lembaga keuangan yangv lain dalam hal penyediaan uang harus dijamin tetap baik (bersifat elastis).


d. Portability
Uang harus mudah dibawa untuk urusan setiap hari. Bahkan, transaksi dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan uang dalam jumlah (fisik) yang kecil jika nilai nominalnya besar.
e. Durability


Dalam pemindahan uang dari tangan yang satu ke tangan yang lain mengharuskan uang tersebut dijaga nilai fisiknya. Apabila tidak, uang yang rusak ataupun robek akan menyebabkan penurunan nilainya dan merusak kegunaan moneter dari uang tersebut.
f. Divisibility


Uang digunakan untuk memantapkan transaksi dari berbagai jumlah sehngga uang dari berbagai nominal (satuan/unit) harus dicetak untuk mencukupi/melancarkan transaksi jual beli. Untuk menjamin dapat ditukarkannya uang satu dengan uang yang lainnya, semua jenis yang harus dijaga agar tetap nilainya.  
E. Fungsi Uang


Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan. 
a. Fungsi Asli Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.


b. Alat tukar (medium of exchange)
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.


c. Satuan hitung (unit of account)
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.


d. Alat penyimpan nilai (value)
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (value) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang. Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Berikut adalah beberapa fungsi turunan dari uang.
a. Sebagai alat pembayaran
b. Untuk menentukan harga
c. Sebagai alat pembayaran hutang
d. Sebagai alat penimbun kekayaan
e. Sebagai alat pemindahan kekayaan (modal)
f. Sebagai alat untuk meningkatkan status sosial

F. Jenis – Jenis Uang
a. Berdasarkan nilai yang terkandung dalam bendanya
Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money) dan uang tanda (token money).
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah apabila nilai yang tertera diatas uang lebih tinggi dari nilai bahan yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik uang tersebut.

b. Berdasarkan bahan yang digunakan Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.
Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai. Uang logam memiliki tiga macam nilai:
1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.
2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang.
3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang).
Sementara itu, yang dimaksud dengan "uang kertas" adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).


c. Berdasarkan lembaga yang mengeluarkannya
Berdasarkan lembaga yang mengeluarkannya uang dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (giro) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.


d. Berdasarkan wilayah berlakunya
1. Uang domestik, yaitu uang yang hanya berlaku di dalam wilayah suatu negara tertentu saja. Contoh: rupiah, ringgit, peso, dan baht.
2. Uang regional, yaitu uang yang hanya berlaku di kawasan tertentu, seperti euro berlaku bagi negara-negara kawasan Eropa.
3. Uang internasional, yaitu uang yang berlaku tidak hanya di dalam wilayah suatu negara tertentu saja, tetapi juga berlaku di berbagai wilayah negara di dunia (internasional). Misalnya, dolar, yen, dan poundsterling.  



Terima kasih sudah berkenan membaca artikel tersebut di atas tentang Makalah Sejarah Uang dan Perkembangannya. Penulis mohon teman-teman kiranya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun karena penulis rasa artikel tersebut di atas jauh dari kata sempurna. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan baik dari segi tulisan maupun bahasa. Thank you.

Previous
Next Post »