File silahkan Download di Link Scroll Ke BAWAH
Terima kasih sudah berkenan membaca artikel tersebut di atas tentang MAKALAH PENYAKIT ANEMIA. Penulis mohon teman-teman kiranya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun karena penulis rasa artikel tersebut di atas jauh dari kata sempurna. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan baik dari segi tulisan maupun bahasa. Thank you.
MAKALAH
“SEJARAH
PERLUASAN ISLAM
DINASTI
BANI UMAYYAH"
DISUSUN
OLEH :
MIPTAHUL
JANNAH
WAFIQ
CINDI
HESTI
PINGKI
SITI
WICE
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 2 KEPAHIANG
TAHUN
AJARAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang maha Esa, karena berkah dan karunianya lah kami dapat
menyelesaikan makalah pembelajaran matematika yang berjudul “Sejarah Perluasan
Islam Dinasti Bani Umayyah” tepat pada waktunya.
Makalah ini tidak akan selesai tepat
waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Guru
Pembimbing Mata Pelajaran
2. Orang
Tua
3. Teman
– teman
Tak ada gading yang tak retak.
Demikian pula, taka da karya yang sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengarapkan kritik dan saran yang membangun guna pembelajaran untuk masa yang
akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat membuat pembaca memahami lebih lanjut mengenai “Sejarah Perluasan Islam
Dinasti Bani Umayyah dan Para Khalifahnya”.
Kepahiang
...................2017
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG....................................................................................................
B.RUMUSAN MASALAH..............................................................................................
BAB 11
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH..................................
B. KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH.......................................................
C. MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH..............................................................
D. MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH..........................................................
BAB III
KESIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bangsa yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari
beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju
bangganya, HAR. Gibb (1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam
adalah sebuah peradaban yang sempurna).
Meskipun demikian, kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum
mengerti betul apa itu peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum
masuk di hati bangsa ini.
Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah,
yaitu nilai-nilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan
sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam.
Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan
yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai tauhidnya.
Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh
non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan
sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang
yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, ada empat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya sejarah Bani
Umayyah?
2. Siapa sajakah khalifah-khalifah Bani
Umayyah?
3. Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?
4. Bagaimana masa kemunduran Bani Umayyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin
Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah
Quraisy pada masa Jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu
bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu
Sufyan bin Harb. Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga
sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari
Kuffah ke Damaskus.
Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang
oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya
memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai
melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai
pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang
mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat
menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity).
Diatas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan
prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya Muawiyyah adalah seorang
pribadiyang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Didalam dirinya
terkumpul sifat-sifat seorang penguasa Politikus, dan Administrator.
Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman
politik telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
memerintah, mulai dari menjadi salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando
Paglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah,
dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itu
sejak tahun 63 SM. Kemudian Muawiyyah menjabat kepala wilayah di Syam yang
membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-kira
20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman telah
menobatkannya sebagai “Amr Al-Bahr” (prince of the sea) yang memimpin armada
besar dalam penyerbuan ke kota Konstantinopel walaupun belum berhasil.
Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan
hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali.
Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid
bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan.
Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari
masyarakat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang
lama diperintah oleh Muawiyyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan
disiplin di garis depan dalam melawan peperangan melawan Romawi. Mereka
bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekkah dari keturunan Umayyah
berada sepenuhnya di belakang Muawiyyah dan memasoknya dengan sumber-sumber
kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan.
Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah.
Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran
dan suplai bertambah bagi Muawiyyah.
Kedua,sebagai seorang Administrator, Muawiyyah sangat
bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga
orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu Amr bin Ash, Mugirah bin
Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Muawiyyah merupakan empat
politikus yang sangat menggunakan di kalangan Muslim Arab. Akses mereka sangat
kuat dalam perpolitikan Muawiyyah.
Amr bin Ash sebelum masuk Islam dikagumi oleh bangsa
Arab, karena kecakapannya sebagai mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab
lainnya jika terdapat perselisihan. Setelah menjadi Muslim hanya beberapa bulan
menjelang penaklukan Mekkah, nabi segera memanfaatkan kepandaiannya itu sebagai
pemimpin militer dan diplomat. Tokoh besar ini terutama dikenang sebagai
penakluk Mesir di zaman Umar dan menjabat gubernur pertama diwilayah itu. Sejak
wafatnyaKhalifah Utsman, ‘Amr bin Ash mendukung Muawiyyah dan ditunjuk olehnya sebagai
penengah dalam peristiwa tahkim. Sayang hanya dua tahun ia mendampingi
Muawiyyah. Orang kedua adalah Mughirah bin Syu’bah, seorang politukus
independen. Karena keterampilan politiknya yang besar, Muawiyyah mengangkatnya
manjadi gubernur di Kufah yang meliputi wilayah bagian utara, suatu jabatan
yang pernah dipegangnya kira-kira satu atau dua tahun semasa pemerintah Umar.
Keberhasilan Mughirah yang utama adalah kesuksesan menciptakan situasi yang
aman dan mampu meredam gejolak penduduk Kufah yang sebagian besar pendukung
Ali. Sedangkan orang yang ketiga bernama Ziyad bin Abihi, seorang pemimpin
kharismatik yang netral, ditetapkan oleh Mu’awiyah untuk memangku jabatan
gubernur di Bashrah dengan tugas khusus si Persia selatan. Sikap politiknya
yang tegas, adil, dan bijaksana menjamin kekuasaan Muawiyyah kokoh di wilayah
provinsi paling timur itu dikenal sangat gaduh dan sukar diatur.
Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati,
bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah
zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat menguasai diri
secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada
tekanan dan intimidasi.
Gambaran dari sifat mulai tersebut dalam diri Muawiyyah
setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun.
Situasi ketika Muawiyyah naik ke kursi kekhalifahan mengundang banyak
kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral,
sehingga hilanglah persatuan umat. Persekutuan yang dijalin secara efektif
melalui dasar keagamaan sejak Khalifah Abu Bakar tidak dapat dielakkan dirusak
oleh peristiwa pembunuhan atas diri Khalifah Utsman dan perang saudara sesama
Muslim di masa pemerintahan Ali.
Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin intergrasi
kekuasaan di masa-masa yang akan datang, Muawiyyah dengan tegas
menyelenggarakan suksesi yang damai, dengan pembantaian putranya, Yazid,
beberapa tahun sebelum khalifah meninggal dunia.
Ketika Yazid bin Muawiyyah naik takhta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyyah kemudian
mengirim surat kepada Gubernur Madinah dan memintanya untuk memaksa penduduk
mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zubair bin Awwam.
Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi)
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali dan menghasut Husain
melakukan perlawanan. Husain dibaiat sebagai khalifah di Madinah. Pada tahun
680 M, Yazid bin Muawiyyah mengirim pasukan untuk kembali memaksanya setia pada
pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga terjadi pertempuran tidak seimbang yang
kemudian dikenal sebagai Pertempuran Karbala.[1]
B. KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH
Para sejarawan umumnya
sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul
Malik dan Umar bin Abdul aziz.
Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90
tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai
berikut:
1.
Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak
pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah
mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai
dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia
berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu
dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di
kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos dengan
menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan
kantor cap (percetakan mata uang), dan lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60
H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid.
2.
Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak
tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum
Syi’ah yang telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di
karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak
di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena
lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya.
Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh
anaknya, Muawiyyah II
3.
Muawiyyah II bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan
meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami
tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah
yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah
dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4.
Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan
penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah
itu. Ia di angkat menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat
mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan
satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian
menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi
hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul
Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.
Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan
para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi
kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu
agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya
integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau
negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis
Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai
kepada aksi teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah
kufah, dan pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat
keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan
bahasa Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga
memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung,
dan masjid serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem
ukuran timbang, takaran dan keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an
dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan
wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid
6.
Al Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa
pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam
melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika
utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia
sempurnakan pembanguna gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang
dilengkapi dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan
tersebut.
Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa
kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang
lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H
dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
7.
Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-117M)
0Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka
harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan
perang (ghanimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh
rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah
belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa di masa para
pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin
Qasim yang menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin
Abdul Aziz sebagai penggantinya.
8.
Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-719M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz.
Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran
putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter
yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang
banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan
bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin
Bani Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz,
gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat Kairo, atau Madinah menurut sumber
lain. Rupanya keadilannya menurun dari Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi
kakeknya dari jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami
ilmu Agama Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika ia menjadi khalifah ia
memerintahkan kaum Muslimin untuk menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi
pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian,
memakai wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri,
sehingga mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik,
khalifah Umayyah yang sekaligus sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi gubernur
Madinah oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah seorang sepupunya. Tetapi
ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putra mahkota. Berbekal
pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan
Arab yang mulia, ia diangkat sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik
al-Walid. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi
seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir
hayatnya memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah
perkebunan di Hijaj, Syiria, Mesir, Yaman dan Bahrain yang menghasilkan
kekayaan 40.000 dinar tiap tahun. Namun setelah menduduki jabatan barunya
Khalifah Umar bin Abdul Azizi mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan
kepadanya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual
barang-barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal.
Di samping itu ia mengadakan perdamaian antara
Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan serta caci maki
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti dengan
bacaan ayat berikut :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan
keadilan dan bijaksana, serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan
keji, munkar dan aniaya. (QS An-Nahl : 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala
tatanan yang ada di masa kekhalifahannya seperti menaikan gaji para
gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir
miskin, dan memperbarui dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang
non-Arab sebagai warga negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi
beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.
Khalifah Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti Oleh
Yazid II bin Abdul Malik.
9.
Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan
antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat
proses kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul
Malik.
10. Hisyam
bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur
sebagimana tersebut di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20
Tahun. Ia dapat dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena
kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan
tergolong teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil.
Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah
serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena
kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak
lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri
terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang
memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni :
11. Al-Walid II
bin Yazid (125-126H/742-743M)
12. Yazid III
bin Al-Walid (126H/743M)
13. Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah
penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia
keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan
perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul
ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat pada
tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.
C. MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH
Masa
pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif, dimana perhatihan
tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman
kedua Khulafa’ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak
bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan
Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab,
Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India,
dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan
Kirgististan yang termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof.
Ahmad Syalabi, Penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup front tiga penting,
yaitu sebagai berikut:
Pertama, front
melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibukota
Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau di laut tengah.
Kedua, front
Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika, pasukan Muslim juga
menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front
timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi
menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai
Jihun (Amudarya). Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Syin,
wilayah India bagian Barat.
Saat-saat yang
paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama dari
seluruh masa Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh
Muawiyyah bin Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari zaman kekuasaan Abdul Malik.
Diluar masa-masa tersebut, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi atau
hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.
Pada masa
pemerintahan Muawiyyah diraih dalam kemajuan besar dalam perluasan wilayah,
meskipun pada beberapa tempat masih bersifat rintisan.
Peristiwa
paling mencolok ialah keberaniannya
mengepung kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang di pusatkan di kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu
menduduki pulau pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan
sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari ibukota RomawiTimur itu. Di
belahan timur, Muawiyyah berhasil menaklukkan Khurasan sampai ke sungai Oxus
dan Afghanistan.
Ekspansi ke
Timur yang telah dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurkan oleh Khalifah Abdul
Malik. Dibawah komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum Muslimin
menyeberangi sungai Amudaria dan mmenundukan Balk, Bukhoro, Khawarizm, Fargana,
Samarkhand, pasukan Islam juga melalui Makron masuk ke Balukhistan, Syin dan
Punjab sampai ke Multan, Islam menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di
bumu India.
Kumudian tiba
masa kekuasaan Al Walid I yang disebut-sebut sebagai masa kemenangan yang luas.
Pengepungan yang gagal atas kota Knstantinopel di zaman Muawiyyah, dihidupkan
kembali denagn memberikan pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita
untuk menundukkan ibukota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu
sedikit banyak berhasil menggeser kapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke
depan, dengan menguasai basis-basis militer kerajaan Romawi di Mar’asy dan
‘Amuriah.
Prestasi yang lebih besar dicapai
oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara sekitarnya. Setelah segenap tanah
Afrika bagian Utara diduduki, pasukan Muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad
menyebrangi selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibukotanya, Cordova segera
dapat di rebut, menyusul kemudian kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan
Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian menyempurnakan penaklukan atas Tanah
Eropa ini dengan menyisir kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian
Prancis.
Berikut
kemajuan-kemajuan semasa Dinasti Umayyah berdasarkan bidangnya masing-masing:
1.
Bidang Kemiliteran
Kemajuan masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang
paling menomjol adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer
Romawi pasukan Arab mengambil tekhnik kemiliteran mereka dan memadukannya
dengan sistem pertahanan yang telah di miliki sebelumnya. Pasukan Islam
mendirikan tenda-tenda yang terdiri dari 2-4 pintu dengan perlindungan benteng
dan parit. Kuffah dan Basroh merupakan basis militer untuk wilayah timur,
formasi kekuatan pasukan Muslim terbagi dua barisan. Barisan depan dan barisan
belakang. Seluruhnya terdiri lima lapisan, yakni satu lapisan pusat, dua
lapisan pasukan sayap, lapisan penyerbu , dan lapisan prtahanan. Kekuatan
pasukan-pasukan Dinasti Umayyah ini telah mencatat sukses-sukses besar dalam
tugas-tugas ekspansi. Kemajuan kekuatan militer pada masa ini juga di tandai
dengan terbentuknya angkatan laut Islam oleh Muawiyyah. Ia mengarahkan para
pakar kelautan untuk merancang pembuatan galangan perkapalan di pantai Syiria.
2.
Sistem Sosial
Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim.
Mawalli, non Muslim, dan kelompokm Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi
di sebabkan karena mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di
karenakan sistem aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat
perlindungan hak-hak secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan
damai. Perbedaan yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir
di katakan tidak ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan
antarsuku. Contohnya kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.
Kemajuan Arsitektur
Penguasa Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni
arsitektur, mereka mencurahkan perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya
adalah ssejumlah bangunan megah, Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn
terkenal dengan kubah batunya (qubah al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik
pada tahun 691 M. Ia adalah masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan
juga masjid al Aqsa yang tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah
yang terdapat di Damaskus yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga
merehap masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang
terkenal adalah istana Qusayr Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang
berwarna kuning kemerah-merahan.
4.
Bidang Politik
Dalam bidang politik, Bani Muawiyyah menyusun tata
pemerintahan yang sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan
wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat
majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh
beberapa orang ‘ Al Kuttab “ (sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan
tugas , yang meliputi:
a.
Kartib ar-Rasail, yaitu sekertaris yang bertugas
menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar
setempat.
b.
Kattib al Kharraj, sekertaris yang bertugas
menyelenggarakan penerimaan pemasukan dan penerimaan negara.
c.
Katib al Jundi, yaitu sekertaris yang bertugas
menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
d.
Katib as-Syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas
menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
e.
Katib al Qudat, yaitu sekertaris yang bertugas
menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Terbentuknya
Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu telah
kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan
fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661
- 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari
masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan
lain di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan peradaban.
1.
Dinamika Politik
Dalam awal perkembangannya, Dinasti ini sangat kental
diwarnai nuansa politiknya yaitu dengan memindahkan ibukota kekuasaan Islam
dari Madinah ke Damaskus. Kebijakan itu dimaksudkan tidak hanya untuk kuatnya
eksistensi Dinasti yang telah mendapat legitimasi politik dari masyarakat
Syiria, namun lebih dari itu adalah untuk pengamanan dalam negeri yang sering
mendapat serangan-serangan dari rival politiknya.
o Sistem
Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi. Pemindahan sistem kekuasaan juga
dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk pengingkaran demokrasi yang dibangun masa
Nabi dan Khalifah yang empat. dari kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau
musyawarah menjadi kerajaan turun menurun (monarch/ heridetis).
o Sistem
Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan
masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan,
sehingga masyarakat secara garis besar terdiri Muslim dan non Muslim, dan dalam
memperlakukan orang Islam sebagai
mayoritas dapat dibedakan menurut dua kriteria, pertama yang menjurus kepada
hal-hal yang praktis dan seringkali diterapkan pada kelompok,
dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada
masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria
itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari
orang Arab, sedangkan orang non-Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi
pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakat Muslim pada masa Dinasti
Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali.
Dikalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia
yang terkenal dengan nama Asy-Syu’ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang
membedakan derajat kaum Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara, dan yang
membedakan hanyalah ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang bersikap
membantu gerakan Bani Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga memihak kaum
Khawarij.
Kebijaksanaan dan Orientasi Politik. Selama lebih
kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayyah ini memerintah, banyak terjadi
kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini, seperti:
a.
Pemisahan Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara
kekuasaan agama (spiritual power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan kekuasaan
politik (temporal power). Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang
yang ahli dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.
b.
Pembagian wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat
8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayyah menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan
terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:
Ø
Syiria dan Palestina;
Ø
Kuffah dan Irak;
Ø
Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain,
Oman, Najd dan Yamamah;
Ø
Arenia;
Ø
Hijaz;
Ø
Karman dan India;
Ø
Egypt (Mesir);
Ø
Ifriqiyah (Afrika Utara);
Ø
Yaman dan Arab selatan, dan
Ø
Andalusia.
2.
Bidang Administrasi Pemerintahan. Di bidang
pemerintahan, Dinasti membentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Dewan al
Kitabah) yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu : Katib ar Rasail, Katib
al Kharraj, Katib al Jund, Katib asy Syurtah dan katib al Qadi.[2]
3.
Untuk mengurusi administrasi pemerintahan daerah
di angkat seorang Amir al Umara (Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapa amir
sebagai penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, jalannya
pemerintahan ditentukan, oleh empat departemen pokok (dewan) yaitu :
a.
Dewan Rasail (istilah sekarang disebut
sekretaris jenderal). Dewan ini berfungsi untuk mengurus surat-surat negara
yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari mereka. Ada
dua macam sekretariat. Pertama, sekretariat negara (dipusat) yang menggunakan
bahasa Arab sebagai pengantar. Kedua, sekretariat Provinsi yang menggunakan
bahasa Yunani (Greek) dan Parsi sebagai bahasa pengantarnya kemudian menjadi
bahasa Arab sebagai pengantar ini terjadi setelah bahasa Arab menjadi bahasa
resmi di seluruh negara Islam.
b.
Dewan al-Kharaj. Bertugas untuk mengurus masalah
pajak, yang dikepalai oleh Shahib al-Kharraj diangkat oleh khalifah dan
bertanggung jawab langsung kepada khalifah.
c.
Dewan al-Barid. Merupakan badan intelijen negara
yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah
pusat. Pada masa pemerintahan Abdul Malik berkembang menjadi Departemen Pos
khusus urusan pemerintah.
d.
Dewan al-Khatam (departemen pencatatan). Setiap
peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah harus disalin di dalam suatu register,
kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju.
4.
Politik Arabisasi.
Dengan tatanan masyarakat yang homogin tersebut,
menimbulkan ambisi penguasa Dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat dengan
politik Arabisme,yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus menjadi
kaum Muslimin. Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk membuat
akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di daerah-daerah penaklukan,
kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan bahkan adat-istiadat
serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab.
Pada masa Bani Umayyah (sejak Khalifah Abd Malik bin
Marwan), berkembang istilah Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban oleh Bani
Umayyah di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan Bani
Umayyah antara lain dalam pengangkatan kepala-kepala wilayah dari bangsa Arab
untuk ditempatkan pada wilayah-wilayah yang dikuasai. Di samping itu ia
mengajarkan bahasa Arab di seluruh wilayah Islam. Penerjemahan buku-buku
berbahasa asing ke dalam bahasa Arab.
5.
Kebijakan politik Dinasti Umayyah lainnya adalah
upaya-upaya perluasan wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah, Uqbah bin Nafi'
berhasil menguasai Tunis yang kemudian didirikan kota Qairawan sebagai pusat
kebudayaan Islam pada tahun 760 M. Di sebelah, Muawiyyah memperoleh daerah
Khurasan sampai ke Lahore di Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke
Bizantium dan dapat menundukkan Rhodes dan pulau-pulau lain di Yunani. Pada
tahun 48 H, Muawiyyah merencanakan penyerangan laut dan darat terhadap
Konstantinopel, tetapi gagal setelah kehilangan pasukan dan kapal perang
mereka.
Zaman Walid I, dengan dibantu tiga orang pimpinan
pasukan terkemuka sebagai penaduduk yaitu: Qutaybah bin Muslim, Muhammad bin al
Qasim dan Musa bin Nashir, ekspansi ke barat dan mencapai keberhasilan.
Ekspansi ke barat dilakukan oleh Musa bin Nashir, berhasil menundukkan Aljazair
dan Maroko, kemudian ia mengangkat Tariq bin Ziyad sebagai wakilnya untuk
memerintah di daerah itu dan melakukan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia
Barat di Spanyol untuk ditaklukkan, akhirnya Toledo ibukota Spanyol jatuh ke
tangan pasukan Muslim menyusul kota Seville, Malaga, Elvira dan Cordoua yang
kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam (al Andalus).
Setelah menaklukkan Spanyol, Musa bin Nashir ambil
bagian ke Spanyol dan melanjutkan ekspansinya dengan merampas Carmona, Cadiz di
sebelah tenggara dari Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk
meneruskan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis, namun ada kekhawatiran dari
Walid I atas pengaruh Musa bin Nashir yang mungkin akan memproklamirkan seluruh
negara yang ditaklukkan, maka Walid I memerintahkan untuk mangakhiri
ekspansinya ke Eropa dan memanggil Musa dan Tariq ke Damaskus.[3]
Di masa Abdul Malik, Qutaybah diangkat oleh al Hajjaj
bin Yusuf, gubernur Khurasan, menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Bersama
pasukannya, Qutaybah dapat menundukkan Balkh, Bukhara,
Khawarizm, Farghana dan Masarkand. Usaha ekspansinya
ke Cina diurungkan, karena delegasinya disuruh kembali kepada pemimpinnya
dengan saling tukar-menukar cenderamata, Qutaybah menerima uang dan mencetak
materai dengan bantuan pemuda kerajaan kemudian menjelajahi kekuasannya dan
pulang ke Merv, ibukota Khurasan.[4]
Muhammad bin Qasim dipercaya oleh al Hajjaj untuk
menundukkan India. Pada tahun 89 H, ia menuju ke Sind dan mengepung pelabuhan
Deibul di muara sungai Indus, kemudian tempat itu diberi nama Mihram. la
memperluas penaklukannya hingga ke Maltan sebelah selatan Punjab dan
Brahmanabat.
6.
Dinamika Ekonomi
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat Islam secara
luas itu, menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah penaklukan
dan bahkan menjadi tuan-tuan tanah. Kepada pemilik tanah diwajibkan oleh
Dinasti Umayyah untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku
kepada penduduk non Muslim sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk
Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara berkurang, namun demikian
dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah
kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah
ruah yang mengalir untuk kas negara. Kebijakan Dinasti di bidang ekonomi
lainnya adalah menjamin keadaan aman untuk laiu lintas darat dan laut, lalu
lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan
sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian, sedangkan lalu lintas laut ke arah
negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata,
logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan demikian membuat kota Basrah dan
Aden di teluk Persi menjadi lalu lintas perdagangan dan pelabuhan dagang yang
ramai, karena kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam yang menuju ke
Syiria dan Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan perdagangan ini telah
mendorong meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah.
7.
Pada masa khalifah Abdul Malik, telah dirintis
industri kerajinan tangan berupa tiraz (semacam bordiran) yakni cap resmi yang
dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan, format tiraz
bertuliskan lafaz "La Ilaaha Ilia Allah". Guna memperlancar
produktifitas pakaian resmi kerajaan, maka Abdul Malik mendirikan pabrik-pabrik
kain,
dan setiap pabrik diawasi oleh Sahib at Tiraz yang
bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menyelidiki hasil karya dan
membayar gaji mereka.
8.
Dinamika Sosial
Seperti yang suda di jelaskan sebelumnya, pada masa
Dinasti Umayyah, bangsa Arab mendapatkan posisi terhormat dalam masyarakat.
Pada umumnya, bangsa Arab merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya
dua kelompok masyarakat yang membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan
non-Arab, berpengaruh positif pada motivasi orang-orang non-Arab untuk memeluk
agama Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan
pemakaian bahasa Arab dengan cepat.
Salah satu permasalahan yang pantas disebutkan pada
masa pemerintahan Bani Umayyah adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap
sikap Mua'wiyah yang mengubah sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka
menjadi kerajaan yang mewariskan tahta kepada keturunan raja.
9.
Intelektual dan Keagamaan
Di zaman pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak
bahasa yang digunakan dalam administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan
Qibti, namun atas usaha Salih bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia
mencoba menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di
seluruh negeri sehingga perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang
bahasa Arab mendorong lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya
tulisnya al Kitab menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat
kebudayaan yaitu Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran, dan Yunde Sahpur yang
semula dikembangkan oleh imuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster Khalifah
Khalid bir'i Yazid bin Muawiyyah yang seorang orator dan berpikiran tajam
berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.
Khalifah Walid bin Abdul Malik memberikan perhatian
kepada bimarstan, yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat, perawatan orang
sakit dan studi kedok-teran yang berada di Damaskus, sedangkan khalifah Umar
bin Abdul Aziz menyuruh para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits
Nabi, dan selain itu ia bersahabat dengan ibn Abjar, seorang dokter dan
Iskandariah yang kemudian menjadi dokter pribadinya.[5]
Pengaruh lain dan ilmuwan Kristen itu adalah
penyusunan ilmu pengetahuan secara sistematis, selain itu berubah pula sistem
hafalan dalam pengajaran kepada sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu
pengetahuan yang berlaku. Pendukung dalam pengembangan ilmu adalah golongan non-Arab
dan telaahnya pun sudah meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi ilmu
pengetahuan bidang agama, bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat.
Ilmuwan itu antara lain Sibawaihi, al Farisi, al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy,
Abu Zubair, Muhammad bin Muslim bin Idris dan Bukhari Muslim (ahli Hadits) dan
Mujahid bin Jabbar (ahli tafsir).
10. Tali
Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
Ekspansi Islam yang berlangsung dari pertengahan abad
ke tujuh sampai permulaan abad ke delapan, salah satu hasilnya ialah
terintegrasinya daerah-daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan sosial
politik yang disebut Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu merupakan suatu
kawasan ekonomi yang terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama. Wilayah inti
meliputi daerah-dearah bekas kerajaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan
Mesir serta daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol)
itu, merupakan salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan Internasional yang terbentang antara China
dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia Tengah.
11. Kedudukan
Amir al-Mu’minin
Pada masa ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas sebagai
khalifah dalam bidang temporal sedangkan urusan keagamaan di urus oleh para
ulama. Berbeda dengan Khulafa al-Rasydun yang menguasai keduanya. Pada masa ini
khalifah diangkat secara turun-temurun dari keluarga Umayyah.
12. Sistem
Fiskal
Sumber uang masuk pada Dinasti Bani Umayyah, pada
umumnya seperti di zaman permulaan Islam. Walaupun demikian ada beberapa tambahan
seperti al-Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara dan
terdapat pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang keluarnya sama seperti
permulaan Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha
negara, pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan,
ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang, perlengkapan perang, serta
hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama.
Pada masa Umayyah dicetak mata uang Muslimin secara
teratur dan pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin
Khattab sudah dicetak mata uang kaum Muslimin namun belum begitu teratur
seperti pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
13. Interregnum
(Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz
Interregnum ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz yang mana pada perintahan yang dulunya kejam, menekan rakyat dan
sebagainya, menjadi kepada masa yang damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan
kebijaksanaannya ini banyak orang yang masuk Islam, dan mengadakan dialog
dengan orang Syi’ah dan Khawarij sehingga mereka puas dan tidak mengganggu
lagi. Namun, kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh Bani Hasyim untuk
membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari orang-orang Syi’ah dan
keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil menumbangkan Bani Umayyah
nantinya.
14. Sistem
Peradilan
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu
pertama, qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua,
kehakiman belum terpengaruh dengan politik.
15. Pembangunan
Peradaban, Intelektual, bahasa dan sastera Arab
Masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar
pembangunan peradaban Islam yang nanti pada masa Bani Abbas merupakan puncak
dari peradaban Islam. Pada masa ini ilmu Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan
yang saling menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits. Dan terjadi
pengumpulan hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikumpulkan oleh
‘Ashim al-Anshari. Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) sehingga Sibawaihi
menyusun al-kitab untuk memperlajari tata bahasa Arab.
Khalifah Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa
Yunani yang mengandung berbagai macam Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada
masa ini mulai mengenal ilmu kedokteran, ilmu Kalam, seni bangunan
(architecture) dan sebagainya. Diantara peninggalan seni bangunan yang terkenal
sampai sekarang adalah Qubbah al-Sakhr (Dome of the Rock) yang didirikan di
Yerussalem pada 91 H pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik.
16. Sistem
Militer
Pada masa Dinasti Bani Umayyah orang masuk tentara
kebanyakan dengan dipaksa atau setengah dipaksa.
Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam
undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
Politik ketentaraan dari Bani Umayyah, yaitu politik
Arab, di mana anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur
Arab. Maka dari itu mereka terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk
menjadi tentara karena wilayah mereka yang luas meliputi Afrika Utara,
Andalusia, dan lain-lain.
a.
Perluasan ke Asia Kecil
Dengan armada laut yang terdiri dari 1700 kapal,
lengkap dengan perbekalan dan persenjataannya. Lalu Mu’awiyah menyerang
pulau-pulau dilaut tengah sehingga berhasil menduduki pulau Rhodes tahun 53 H
dan pulau Kreta tahun 54 H. Kemudian diserang kota Konstatinopel. Pulau-pulau
ini dekat Cyprus yang telah ditaklukkan pada zaman Usman. Penyerangan ini
dipimpin oleh Janadah bin Abi Umayyah. Kemudian mengepung kota Konstatinopel di
bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyah dan didampingi oleh pahlawan Islam yang berani
seperti Abu Ayyub al-Anshar, Abdullah ibnu Zuber, Abdullah ibnu Umar dan Ibnu
Abbas. Pengepungan ini selama 7 tahun (54-61 H). Abu Ayyub al-Anshar gugur pada
peperangan ini. Penyerangan pertama ini gagal karena ada pengkhianatan Loen
Mar’asy.
b.
Perluasan ke Timur
Ke arah Timur dapat menaklukkan daerah Khurasan sampai
ke sungai Oxus dan dari Afghanistan sampai ke Kabul. Kemudian diteruskan pada
zaman Abd. Malik di bawah pimpinan Al- Hajjaj ibn Yusuf. Kemudian dapat
menundukkan daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Fergnana, dan Samarkand.
Selanjutnya pasukan Muslim juga samapi ke India serta dapat menguasai
Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan (713 H).
c.
Perluasan ke Afrika Utara
Uqbah ibn Nafi’ al-Fahri telah menetap di Barqah
setelah wilayah itu dikuasai. Oleh karena kemahiran dan keberaniannya, ia
mengalahkan armada Bizantium di daerah pantai, barbar dipedalaman, serta
Tripoli dan Fazzan.
Kekuatan Maritim Islam menjadi lebih berkembang pada
masa Umayyah timur. Pada masa Khalifah al-Walid. Jenderal Thariq bin Ziyad
dapat menyeberangkan ajaran Islam ke Spanyol. Pada tahun 95 H/ 713 M dapat
membebaskan rakyat Spanyol dan Eropa dari penindasan bangsa Visigoth (Gothik)
Barat yang telah berkuasa selama 300 tahun.[6]
17. Pemberontakan:
al-Mukhtar ibn Ubaid dan Abdullah ibn Zubair
Ketika Yazid ibn Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh
terkemuka Madinah tidak mau menyatkan setia kepadanya. Yazid kemudian mendirim
surat kepada Gubernur Madinah meminta untuk memaksa penduduk mengambil sumpah
setia kepadanya. Dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein ibn
Ali dan Abdullah ibn Zubair. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari Mekkah ke
Kufah atas permintaan golongan Syi’ah di Irak. Umat Islam di daerah ini
mengakui khaifahnya adalah Husein. Sehingga terjadi pertempuran dan tentara
Husein kalah sedangkan Husein mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
Gerakan Syi’ah semakin keras, gigih dan tersebar luas.
Pemberontakan yang paling terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di
Kufah pada tahun 685-687 M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum Mawali di
Persia, Armenia dan lain-lain, Mukhtar
terbunuh oleh pasukan oposisi lainnya yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
Abdullah ibn Zubair baru secara terbuka menyatakan
khalifah setelah Husein bin Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung
Mekkah dan akhirnya terjadi pertempuran, pada pertempuran ini Abdullah bin
Zubair dikabarkan wafat, maka tentara Yazid kembali ke Damaskus. Gerakan
Abdullah ini baru dapat dihancurkan pada masa khalifah Abdul Malik pada tahun
693 M.
Adapun prestasi Dinasti Umayyah
a.
Bidang Fisik
Dalam pembangunan fisik, pada Diansti Umayyah telah
didirikan pos-pos yang pada pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan. Lebih
lengkapnya, dapat dikatakan bahwa beberapa prestasi Dinasti Umayyah dalam
pembangunan fisik adalah sebagai berikut:
v
Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan
peralatannya,
v
Membangun jalan raya,
v
Mencetak mata uang,
v
Membangun panti asuhan,
v
Membangun gedung pemerintahan,
v
Memblingun masjid,
v
Membangun rumah sakit, dan
v
Membangun sekolah studi kedokteran.[7]
Perluasan
Wilayah Kekuasaan.
Dalam hal perluasan wilayah, Dinasti Umayyah
menjalankan ekspansi sebagai berikut:
- Menguasai Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan
Uqbah bin Nafi',
- Menguasai
Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur,
- Menguasai
Bizantium,
- Menguasai
Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani,
- Di sebelah
Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan
Maroko,
-
Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil
menaklukkan Andalusia yakni Toledo, Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova,
-
Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz
dan Calica,
-
Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana
dan Samarqand,dan
-
Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.[8]
D.
MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan
lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya
tekanan dri pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti
Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.
Sistem pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebuh menentukan aspek
senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan
anggota keluarga istana.
2.
Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah
tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali
bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi
gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun
secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah,
pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani
Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan.
4.
Disamping itu, sebagian besar golongan Timur
lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada
masa Bani Umayyah.
5.
Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga
disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian
penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
6.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti
Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas
bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan
golongan Syi’ah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah
Dinasti Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan
menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti
Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyyah yang
mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Dinasti Umayyah yang
dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca
wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifan
sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya
hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah pada masa
khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di
mulai pada masa Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan
perkembangan yang cukup pesat.
Pada masa Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada
masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin
Abdul Malik. Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran,
dan ketertiban.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyyah bin Abu Sofyan mendirikan dinas
pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang yang lengkap dengan
peralatanya di sepanjang dalam. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjatan dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim
atau qodhi mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qodhi adalah seorang
spesialis di bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasymy, A., Sejarah Kebudayaan
Islam,Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Hitti, Philip K., Dunia Arab, terj.
Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,
Bandung: Sumur Bandung, tth
Suryanegara,Ahmad Mansur , Api
Sejarah, Bandung: Salamadani, 2012.
Amin, Samsul Munir, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau
Dari Beragai Aspeknya, Jakarta: UI
Press, 1978.
Osman, A.Latif, Ringkasan
Sejarah,Jakarta: Widjaya, 1951.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam
Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2010.
Sulasman dan Suparman, Sejarah
Islam di Asia dan Eropa, Bandung : Pustaka Setia ,
2013.
Souyb, Jousouf, Sejarah
Umayyah,Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
File silahkan Download disini
Bagi Kalangan Pelajar / Setara yg membutuhkan Tugas - tugas sekolah silahkan mampir ke Blog https://ketemulagi99.blogspot.com, mudah mudahan apa yang disajikan bisa membantu kalian dalam mengerjakan tugas sekolah. amiiiinn
jangan lupa bagikan link ke teman - teman kalin Yaaaa. TqTerima kasih sudah berkenan membaca artikel tersebut di atas tentang MAKALAH PENYAKIT ANEMIA. Penulis mohon teman-teman kiranya berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun karena penulis rasa artikel tersebut di atas jauh dari kata sempurna. Penulis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan baik dari segi tulisan maupun bahasa. Thank you.
ConversionConversion EmoticonEmoticon